Allah

Sabtu, 25 Januari 2014

Sharing-sharing Agama

3 Jenis Musibah dan Cirinya

1. Musibah yang merupakan balasan dari dosa dan maksiat, cirinya adalah keluh kesah dan tak sabar serta penuh derita.
2. Musibah yang merupakan pengampunan dosa dan kesalahan, tandanya ia bisa menjalani dengan sabar.
3. Musibah yang merupakan pengangkat derajat ditandai keridhoan, ketenangan, ketenteraman terhadap perbuat Allah, Rabb langit dan bumi.
( Syeikh Abdul Qodir Jaelani)

Ya Allah...
Berilah ganjaran kami terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik. Aamiin.

Lembah Isi Hati

Menanti
By : Syarif H

Aku Takjub melihat keindahanmu..
Akupun tidak tahu, apa yang kurasa saat itu..
Kulit bergetar, jantung berdetak tanpa irama
Bagai orang lumpuh yang tak bisa jalan..

Aku terpaku membisu..
Walau menyimpan rasa malu,
Ketika kau membalas tatapanku..
Seketika aku terpaku ditempatku..

Aku terkadang terharu..
Melihat senyum indahmu
Karna bagiku sekarang,
Senyummu adalah Kenikmatan terbesar
Bagiku

Namun saat aku tahu
Kau akan pergi jauh..
Dan berpisah denganku
Aku hanya bisa disini
Menantimu..
Wahai Bulan Purnamaku..
 :')

Sabtu, 11 Januari 2014

"Tuhan itu tidak ada Anak-anak!!!"

Suatu ketika, ada orang atheis alias orang yang tidak percaya akan adanya tuhan ingin mempengaruhi anak-anak disekitarnya. Sebut saja namanya simelekete. Ia lalu mengundang anak-anak sekitarnya ke rumahnya dengan dalih ingin membagi-bagikan hadiah. Yang datang ternyata banyak juga. Lalu setelah hadiah dibagikan, orang atheis yang ingin mempengaruhi anak-anaka ini agar mengikuti doktrinnya

Si Melekete : “Anak-anak, kalian sudah ada yang pernah melihat Tuhan tidaaak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “ ( dengan kompaknya)
Si Melekete :“Ada yg pernah menyentuh Tuhan tidak ?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Si Melekete :” Jadi Kesimpulannya Tuhan itu tidak ada yah anak-anak. Setujuuuuu? “

Anak-anak terdiam dan tidak satupun yang berani mengiyakan karena mereka percaya tuhan itu ada. Lalu ada anak bernama Armin yang dengan beraninya maju ke depan.

Armin : “ teman-teman, ada yang pernah melihat
otak orang ini nggak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaak ! “
Armin : “ Teman-teman, ada yang pernah menyentuh
otak orang ini nggak ?“
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Armin : “ Jadi kesimpulannya orang ini TIDAK
PUNYA OTAK. Setujuuuuu???”
Anak-anak : ‘Setujuuuuuu !!!!! hahaha ”(dengan serentak penuh semangat)

Anak-anak pun langsung bubar meninggalkan orang atheis itu sambil berkata “ma’af om. Kami gak mau terpengaruh doktirn om, kami percaya akan adanya tuhan semesta alam yaitu Allah Subhanahuwata’alaa !”
“nih ambil lagi bingkisannya. Kami gak butuh hadiah dari om kalau Cuma suruh percaya Tuhan itu gak ada “ kata anak lainnya

Si Melekete Cuma bisa bengong dan melongo. gagal menjalankan aksinya mendoktirn anak-anak jadi sesat

Kalau Jodoh gak kemana

Bismillahir-Rahmanir-Rahim ... “Menikahlah dengan Fini le’,” pinta bunda untuk kesekian kalinya.
“Insya Allah, dia perempuan yang shalehah, dan bisa menjadi istri yang baik kelak untuk kamu!”
Ini sudah permintaan kesekian ibu untuk menikah dengan gadis pilihannya. Aku hanya menunduk dan tak berani menatap mata ibu. Tak sanggup aku melihat wajah teduh ibu yang pasti rautnya bakal berubah setelah aku selalu menolak permintaannya. Baru kali ini aku berat untuk mengiyakan permintaan beliau.

“Tapi aku sudah punya calon istri sendiri bu, aku …” tak sanggup aku melanjutkannya.
Ibu memelukku.
“Iya, ibu paham, tapi ibu mohon satu kali ini saja, sebelum ibu menyusul ayahmu. Ibu ingin melihat kamu menikah dengan perempuan yang hati ibu inginkan,” suara ibu mulai parau.

Kurasakan ada air yang menetes ke atas pundakku. Malam itu badanku hanya dibalut kaos singlet putih.
“Ibu sudah melihat Fini. Menyelidikinya, dan menurut penilaian ibu, dia bisa menjagamu, menjaga anak-anakmu dan juga menjaga ibu. Ia perempuan yang baik le’. Dia seorang Hafidzoh, Cerdas, Lembut perangainya, halus budi pekertinya, Penyayang, bersifat keibuan, penurut & sayang sama orang tua, dan insya Allah dia sederhana lagi bersahaja,” masih dalam pelukan, suara ibu mulai melemah di telingaku.

“Tapi bagaimana dengan Via, bu?”
“Ibu tahu kamu sudah memilih Via. Tapi dia itu belum pasti,” kali ini ibu mencoba mempengaruhiku.
“Kamu tak perlu takut. Insya Allah Fini adalah perempuan dengan wajah cantik. Ibu menjamin itu,” tegasnya.
“Beri aku waktu setidaknya satu minggu bu. Aku ingin istikharah.”

Aku tidak mampu lagi menjawab.
Ah, ibu, seandainya engkau tahu betapa dalam perasaanku kepada Via. Meski aku hanya mengenalnya lewat tulisan-tulisan tangan. Via, sahabat penaku, perempuan yang aku kenal dari sebuah forum penulis di salah satu majalah remaja dulu.

Meski aku belum pernah bertemu langsung ataupun melihat fotonya, penilaianku langsung merujuk ke angka delapan. Aku bisa menggambarkan dirinya hanya dari tulisan-tulisannya. Ia perempuan yang memiliki kelembutan.
Wangi suratnya mengisyaratkan wangi rambutnya. Halus sulaman kata-kata yang digunakannya mewakili perangainya. Dan doa yang selalu dikirimkannya menggambarkan keshalehannya.

Harus bagaimana aku nanti bila surat Via datang menjengukku. Terakhir kali aku berkirim kabar bahwa ibu ingin menjodohkanku dengan perempuan pilihannya. Itu satu bulan lalu. Kulanggar perjanjian kami, untuk tidak memberikan nomor HP, alamat jejaring sosial, ataupun foto.

Di surat terakhir itu kecuali nama dan alamat, kuselipkan secarik foto untuk kali pertama. Dibelakang foto kutuliskan nomor HPku. Aku ingin tahu reaksinya.
Namun setelahnya, surat-surat Via alfa menyambangi rumahku. Ia tidak rajin lagi menitipkan rindu seperti dalam goresan penanya. Entah ia marah atau ingin menjaga hati. Barangkali juga menjaga jarak.

***

Satu pekan berlalu. Tidak ada jawaban dari Via. Tidak ada surat. Apalagi telepon dan pesan pendek yang mampir ke HP lawasku. Aku pun memutuskan mengiyakan permintaan ibu. Meski pun surat Via datang, sebenarnya sangat berat aku menolak permintaan ibu. Setelah Ayah menghadap Allah ketika aku berusia 10 tahun, hanya aku yang menjadi kebanggaan ibu. Anak semata wayangnya.

Aku tidak sanggup melihat wajah kecewa ibu saat keluar kalimat penolakan dari mulutku. Aku tidak sanggup menjadi durhaka. Maafkan aku ya Rabb. Aku akan “samina wa atoqna”. Semoga Engkau meridhai jalan yang aku pilih. Bukankah ridha Allah itu ridha orangtua?

Ibu gembira. Kesibukan pun langsung melanda rumah mungil peninggalan almarhum Ayah. Rumah sibuk berhias. Ibu dibantu keluarga dan tetangga repot mempersiapkan seserahan. Tak menunggu waktu, ibu menyeretku ke toko emas di pasar dekat rumah.

“Keluarkan uangmu, kita beli mahar perhiasan emas untuk calon istrimu. Ibu yang memilihkan,” ujarnya penuh semangat.
Gembira jiwa ini melihat ibu sumringah. Tapi hati ini masih diayun-ayun bimbang.
Pertemuan kedua keluarga pun terjadi. Ibu Fini adalah teman ibu sewaktu mengikuti penataran sebagai guru beberapa tahun silam. Karenanya mereka sangat akrab, kendati usia ibuku 10 tahun lebih tua.

Aku terdampar di rumah Fini di Selatan Jakarta. Kulirik sedikit wajahnya yang berhias sedikit polesan. Bibirnya tersapu gincu tipis. Cantik juga. Wajahnya putih bersih, matanya berbinar, pipi tambun berlesung bersanding dengan hidung mungilnya. Kacamata cemantel di depan matanya. Balutan jilbab merah menyempurnakan penampilannya. Tapi hati ini masih bimbang.

Satu pekan setelah acara khitbah, Akad Nikah dilaksanakan, walimah pun digelar. Aku tidak banyak mengundang teman-teman kantorku. Tapi tamu yang hadir cukup banyak datang silih berganti.
Kudengar orang tua Fini mengundang seribu relasinya. Di antara ribuan orang tersebut, aku mencari sosok Via. Berharap dia datang. Ahh .. aku hanya berkhayal, bagaimana ia tahu aku menikah hari ini, bila aku tak pernah lagi berkirim surat dengannya.

Malam pun tiba. Setelah lelah seharian menjadi raja yang dipajang di atas pelaminan. Usai membasuh riasan dan mengganti pakaian, aku masuk kamar pengantin yang serba putih. Seprai, bantal, guling dan dinding yang dihiasi kain putih. Aku duduk mematung di pinggir tempat tidur.

Sementara Fini, istriku, baru keluar dari kamar mandi. Ia memakai gaun putih panjang pemberianku yang ada dalam seserahan. Fini jauh lebih cantik bila rambutnya tergerai. Wajah dan tubuhnya begitu menggoda. Tapi tidak hatiku.

Ia mendekatiku. Tersenyum namun wajahku datar. Tipis kulempar senyum agar canggung mencair.
Fini semakin mendekatiku. Duduk merapat di samping kananku. “Mas akhirnya kamu jadi halal untukku,” suaranya merdu.
Baru kali ini aku mendengar secara utuh, setelah seharian aku hanya membisu di pelaminan ketika ia mengajak bicara. Berkhayal Via yang ada di kamar itu. Berdua dengannya.

Kepalanya direbahkan ke pundakku. Sedikit kaget, tapi kubiarkan. “Maaf, aku masih kaku,” kataku untuk menyembunyikan keraguan.
“Aku tahu,” ujarnya melemahkan dan mengangkat kepalanya.
Dahiku berkerut. “Kamu tahu apa?”
“Apa kamu mencintai perempuan lain?” pertanyaannya menampar hatiku.

Lidahku mematung di dalam mulut. Ia mengetahui bila ada perempuan yang lebih dulu menyambar hatiku. Jelas saja, sikap dinginku adalah refleksi dari pertanyaannya. Aku diam.
“Diammu itu adalah jawaban mas.”
Ya Allah, maafkan aku bila pikiran ini sudah masuk ke dalam ranah selingkuh. Padahal di hadapanku ada bidadari teramat cantik.
“Mas, kamu pasti sedang memikirkan Via?” wajahku bingung.

Kuputar posisi duduk ke hadapannya.
“Dari mana kamu tahu tentang Via?” masih dalam heran.
Dia beranjak dan mengambil sebuah kotak kayu kira-kira berukuran 150x250 mm dari dalam lemari pakaian. Kulihat di dalamnya ada puluhan, bahkan ratusan surat terdokumentasi rapi di dalam kotak warna coklat. Ia mengambil selembar foto dan selembar surat yang letaknya paling atas.

Surat itu, aku mengenalnya. Dan itu fotoku yang kuselipkan di surat terakhir yang kukirim ke Via. Ia tersenyum ketika kurebut surat itu.
“Aku Via mas. Nama Via adalah nama panggilan aku di rumah. Fini adalah nama singkatan dari namaku, Fitria Handayani. Aku meminta ibu memberitahukan nama itu. Maaf bila aku menyembunyikan nama asliku.”

“Awalnya aku juga menolak dijodohkan, tapi ketika ibu memperlihatkan foto kamu, hatiku riang. Aku menggali informasi dari ibu untuk memastikan bahwa kamu dan foto yang ibu bawa adalah orang yang sama.
Aku sudah tahu bahwa kamu adalah lelaki yang dijodohkan ibu dan mama. Karena itu aku tidak menjawab surat terakhir kamu. Aku ingin membuat kejutan kepada penjaga hati dan tubuhku,” ujarnya sembari mengulum senyum.

Kedua mataku basah. Berair. Ini adalah air mata dari mata air surga. Ya Allah, engkau menyiapkan kado terindah yang tidak pernah aku duga. Ternyata Via dan Fini berasal dari satu jiwa. Ia wanita yang kucintai. Ibu ternyata mengerti keinginan anaknya.
Hujan pun bersenandung riang malam itu, mengiringi malam pengantin kami.

.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....

Wallahu a'lam bishshawab, ..
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …

Jumat, 10 Januari 2014

Kisah Mengharukan keluarga kecil

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. Hujan kian deras mengguyur bumi. Sesekali aku harus memeluk Dafa yang masih bayi ketika suara guruh menggedor-gedor pintu langit dengan kerasnya.
Aku memandang sayu ke arah anak-anakku yang tertidur di atas tikar pandan. Duhai.. alangkah indah dan sucinya wajah mereka. Kutatapi wajah mereka satu persatu dengan nikmatnya. Demikiankah wajah bidadari kecil dari syurga Allah?

Sejenak aku terlupa betapa seperempat jam yang lalu ketiga bidadariku itu menangis karena lapar yang tidak tertahankan. Zakia yang paling besar menangis dengan keras sekali sambil menghentak-hentakkan kaki.
“Zakia lapar, Umi. Lapaar..mana nasinya?” Sementara Yamin yang masih tiga tahun hanya bisa merengek-rengek panjang dengan kosa kata yang terbatas, “Umi, mo mamam, Umi.”

Kutatapi segenggam beras yang masih tersisa. Subhanallah..teringat aku kepada Mas Darman, Abinya anak-anak. Tadi pagi ia berangkat tanpa sarapan apapun kecuali segelas air sumur yang kumasak dengan kayu api. Bagaimana kalau hari ini Abi tidak berhasil membawa seliter beraspun seperti kemarin.

Abi cuma kuli upahan yang membawa cangkul ke mana-mana. Syukur sekali jika ada truk yang menawarkan kerjaan menurunkan pasir atau mengisi tanah merah. Dari kerja ikut truk biasanya Abi bisa dapat uang delapan ribu rupiah. Alhamdulillah cukup untuk beli beras dua tiga liter.
Kemarin Abi juga hanya sarapan segelas air sumur. Kuselipkan di saku celananya yang lusuh uang seribu rupiah. Malam harinya Abi pulang dengan seulas senyum kepasrahan.

“Dapat kerjaan tadi, Bi?”
“Alhamdulillah, belum, Mi.”
“Tadi siang sempat makan, nggak?”
“Umi kan ngasih uang seribu rupiah. Abi belikan roti tujuh ratus rupiah. Nih sisanya masih tiga ratus.”

“Memang masih ada roti harga tujuh ratus?”
“Ada, tapi kayaknya harga aslinya seribuan deh. Mungkin Mas Budi ngasih diskon ke Abi.”.
Abi tersenyum manis kepadaku sambil menyerahkan sisa uang tiga ratus ke tanganku. Laa hawla walaa quwwata illa billaah. Berarti hari ini Abi cuma makan sepotong roti tujuh ratusan. Dan itu juga berarti besok tidak bisa beli beras.

Kuamati sisa beras yang cuma tinggal dua genggam lagi dan tiga keping uang logam seratusan di telapak tanganku yang diam membisu.
Pagi itu aku tidak tega membiarkan Abi memanggul cangkulnya dengan perut berisi air sumur. Kutanak beras segenggam dengan air yang agak banjir dan kucampur dengan beberapa sendok tepung gandum. Rasanya? Aduh..jangan tanya deh. Yang penting ada kalori yang mengisi badan suamiku. Kasihan..sudah dua hari perutnya tidak diisi apa-apa.

“Umi, biar saja nasi itu buat anak-anak kita.” Kata suamiku.
Aku tersenyum manis kepadanya dengan meredam seluruh kesedihan dan kecemasanku di hari itu. “Nggak, yang ini untuk Abi. Nanti buat anak-anak Umi siapkan pisang rebus”.
Dalam hati aku bergumam, pisang rebus dari mana? Pisang mentah yang dibawah Mas Darman kemarin sudah habis dimakan anak-anak. Namun setidaknya bujukanku berhasil. Mas Darman mau memakan sarapan nasi campur tepung gandum itu.

Pagi itu aku tidak memberikan sarapan kepada anak. Kurebus saja air campur sedikit gula jawa yang masih tersisa. Kuberikan semuanya kepada mereka. Aku cuma membasahi tenggorokan dengan seteguk air.
Tetapi jam sepuluh pagi anak-anakku yang sedang dalam masa pertumbuhan itu mulai merengek-rengek minta makan. Mereka bahkan secara dramatis menguji kesabaranku dengan menunjuk-nunjuk tukang bubur dan ketupat tahu yang lewat di depan rumah petak kami.
Padahal tidak pernah sekalipun aku menyuapi mereka dengan makanan semewah itu. Ya Allah ..mungkin rasa lapar yang mendesak mereka bersikap secara natural seperti itu.

Kubujuk mereka dengan kepandaianku bercerita. Mereka suka mendengar ceritaku sehingga tersenyum-senyum gembira. Untuk beberapa saat rasa lapar dapat kami lupakan..
Namun setelah sholat Zuhur mereka kembali menyuarakan pesan yang dihembuskan dari lambung-lambung yang kosong. Kutatap segenggam beras terakhir yang menjadi tapal batas pertahanan terakhirku.
Kumasak segenggam beras menjadi bubur yang sangat cair. Kububuhkan sedikit garam ke dalamnya Anak-anakku makan dengan lahap sekali. Nafas mereka mendengus-dengus saking lahapnya.

Sayang mereka harus menggigit jari saat meminta tambahan. Bubur itu sudah habis. Kubawa panci itu kebelakang dan kusapu sisa bubur itu dengan jari-jariku. Kemudian akupun kembali mengisi kekosongan perut dengan air sumur yang dingin.
Anak-anakku tertidur pulas. Melihat wajah mereka saat tidur merupakan salah satu hiburan yang mewah bagi jiwaku yang sedang kalut dan cemas. Mudah-mudahan Mas Darman cepat pulang dan membawa sedikit beras untuk makanan mereka.

***********
Awal menikah dengan Mas Darman yang sekarang menjadi ayah anak-anakku, masalah ini tidak pernah terjadi. Dulu semua orang termasuk diriku sendiri heran bin ajaib, mengapa anak seorang tentara seperti aku kok jatuh cinta dengan Darman yang cuma tukang bakso.
Dilihat dari tampang memang tidak ada seorangpun yang dapat menafikan kegantengannya. Tapi suer ..aku naksir dia bukan karena kegantengannya.

“Melangkah ke jenjang rumah tangga itu tidak cukup hanya dengan berbekal cinta.” Papa menegurku dengan bahasa yang klise.
“Pokoknya Mama cuma mau kamu nikah sama Gunawan yang calon dokter itu. Lain orang Mama tidak setuju”. Mama menyebut-nyebut lagi nama Mas Gunawan. Padahal semua orang tahu dia sudah punya pacar. Apa belum ada yang bilang ke Mama.

Berhari-hari mereka membujukku dengan berbagai cara. Akhirnya mereka meminta kak Mita, kakakku yang sudah menikah untuk membujukku. Hmm..Kak Mita sangat sayang padaku dan pasti akan senantiasa membelaku. Kesempatan itu justru akan kugunakan untuk balik membujuk kak Mita.
“Yuli sayang..bagaimana sih ceritanya kok kamu bisa kecantol sama Mas Darman?”
“Hmm..Tepatnya aku sendiri tidak tahu, kak. Tapi aku merasa terpesona dengan keindahan suaranya ketika mengumandangkan azan Subuh. Tentang ini Papa juga setuju lho sama aku”.

“Terus..”
“Suatu hari aku memberhentikan gerobak baksonya. Aku beli semangkok bakso sambil mengucapkan terima kasih karena telah membangunkanku setiap Subuh.”
“Terus..”
“Dia cuma menjawab, Ya sambil terus menundukkan pandangan. Semua pertanyaanku dijawabnya singkat tanpa berani menatap mataku. Melihat sikapnya yang sopan itu hatiku jadi berbunga-bunga. Kayaknya di situlah hatiku mulai tersangkut, kak Mitaku sayang.”
“Terus..”
“Ya..sejak hari itu akupun bergerilya untuk menawan hatinya. Alhamdulillah, dia akhirnya mengirim sepucuk surat kepadaku.”
“Tapi Ya Allah, Yuli..dia kan cuma tukang bakso. Gerobak aja masih belum punya sendiri. Asal-usulnya dari Brebes juga nggak jelas.” Kak Mita berdiri menghindari pelukanku. Panas juga kupingku mendengar kak Mita merendahkan Mas Darman. Nampaknya usahaku untuk menjadikan Kak Mita pendukung cintaku tidak berhasil.

“Dia bukan cuma tukang bakso, kak. Dia tukang bakso yang soleh.”
“Adikku yang manis .. dengar sini baik-baik, ya. Pikirkan dulu dong masak-masak. Kamu yakin si Darman itu bisa membahagiakan kamu dan mencukupi keperluan kamu?”
“Kalau membahagiakan Yes, aku yakin. Tapi kalau mencukupi keperluan, bukankah keperluan kita selama ini Allah yang memberi, kak?”

“Yuli, menjalani kehidupan rumah tangga itu sangat sulit. Tidak bisa kita terus hidup hanya dengan setumpuk cinta di dada. Emangnya makanan pokok kamu cinta, apa?”
“Cinta memang tidak bisa dimakan, kak. Yang bisa dimakan itu nasi. Tapi makan nasi di depan orang yang tidak kita cintai juga pasti tidak enak kan kak.”

Kak Mita benar-benar tidak mengerti lagi bagaimana menghadapiku. Dia bilang sejak aku sering liqo’ pemikiranku jadi aneh dan tidak karuan. Aku bilang justru sekarang aku merasa bahagia karena akibat liqo’ kini aku bersikap, berpikir dan bertindak hanya menurut kehendak Allah saja.
Keluargaku menyadari kekerasan hatiku dalam masalah pilihan hidup. Mereka merasa tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Papa takut juga ketika kuancam bahwa dosa cinta kami akan Papa tanggung jika kami dihalangi menikah.

Padahal, aku cuma nakut-nakuti doang. Tapi ‘gerilyaku’ berikut ancaman itu membuahkan hasil. Papa akhirnya setuju untuk menerima kedatangan keluarga Mas Darman ke rumah kami.
Mas Darman memberanikan diri ke rumah ditemani Ibunya yang baru datang dari kampung. Papa hanya menahan nafas melihat buah tangan yang dibawa keluarga Mas Darman; sekarung bawang merah dari Brebes. Sementara Mama tidak memperlihatkan mukanya sampai Mas Darman dan ibunya pulang.

Dua bulan kemudian kami pun resmi menikah. Pernikahan kami berlangsung secara sederhana sekali. Mas Darman cuma bisa ngasih satu setengah juta rupiah. Maka setelah Ijab Kabul, kami cuma mengadakan doa selamat dengan mengundang tetangga dan keluarga terdekat saja.

Seusai acara Papa mengajakku berbicara empat mata.
“Yuli, sekarang kamu telah menetapkan kehidupan kamu sendiri. Berbaktilah kepada suamimu dengan sepenuh hati. Tanggung jawab menafkahimu kini beralih kepada suamimu. Papa tidak boleh terlalu mencampuri urusan keluargamu. Tapi nak, ini ada uang tiga puluh juta. Memang dari dulu Papa sengaja nabung untuk keperluan kamu setelah menikah. Gunakanlah uang ini sebaik-baiknya.”

Aku terharu menyadari betapa sayangnya Papa padaku. Aku menerima uang itu dengan tangan bergetar. Uang dari papa itu kami gunakan untuk membeli sebuah rumah petak kecil di kawasan perkampungan. Sisanya dipakai Mas Darman untuk modal jualan bakso.

Berkat ketekunannya usaha Bakso Mas Darman cukup maju. Mulai dari berjualan bakso dengan gerobak dorong Mas Darman menapak selangkah demi selangkah sampai akhirnya mampu menyewa sebuah tempat untuk warung bakso. Kami menamakannya warung bakso ‘Tawakal’, sesuai dengan prinsip hidup Mas Darman.

Pelanggan warung bakso Tawakal bertambah hari demi hari. Disamping bakso Tawakal enak dan ngegres, Mas Darman juga sangat ramah kepada pelanggan.
Ketika usaha bakso itulah kami dianugerahi Allah tiga orang anak-anak yang lucu. Rasanya sempurna sudah kebahagiaan yang kurasakan bersama Mas Darman.

Namun benar kata Nabi Muhammad saw; jika Allah sayang kepada seseorang maka Dia akan mengujinya. Ujian yang kami terima di tengah sepoi angin kebahagiaan itu tidak tanggung-tanggung. Warung Bakso Tawakal dituduh telah mencampuri baksonya dengan daging tikus! Ya Allah .Ya Gusti. Alangkah jahatnya fitnah itu.
Aku sendiri sempat membaca selebaran fitnah itu yang katanya juga disebarkan melalui milis internet. Di situ tertulis pengalaman seorang bekas pelanggan bakso Tawakal yang mengaku melihat sendiri kepala-kepala tikus saat kebetulan numpang pipis ke belakang.

MasyaAllah! Keji betul fitnah itu. Mana mungkin Mas Darman yang setiap pagi azan Subuh di masjid mencampuri daging baksonya dengan daging tikus!
Dampak fitnah yang keji itu sungguh luar biasa. Warung Bakso Tawakal yang tadinya bisa menjual minimal tiga puluh mangkok sehari turun drastis. Untuk dapat lima mangkok sehari saja susahnya bukan main. Sampai akhirnya Mas Darman mengover kreditkan sewa warung ke orang lain. Usaha warung bakso kami resmi gulung tikar.

Seperti biasanya Mas Darman tetap senyum dan optimistis. Sisa uang yang ada dibelikan gerobak dan mulailah ia kembali mendorong baksonya keliling kampung.
Sayang ternyata citra buruk itu tidak hanya melekat ke warung bakso Tawakal yang sekarang sudah ‘almarhum’. Bagaikan bayang-bayang badan, fitnah itu tetap menyertai Mas Darman ke manapun ia pergi. Alih-alih mendapat untung, gerobak bakso yang didorong Mas Darman keliling kampung malah menjadikan mulut orang gatal.

Fitnah itu kian kuat tersebar. Bahkan pernah ada seseorang yang dulunya penggemar Bakso Mas Darman meludah jijik di depan gerobak. Saat itulah hati Mas Darman benar-benar pedih. Hari itu juga ia memutuskan untuk berhenti jualan bakso dan menjual gerobak dorongnya ke orang lain.
Mulailah kami menghitung hari dengan sisa uang yang ada. Keran pengeluaran kuperketat habis-habisan. Pengeluaran hanya untuk makan dan tidak ada pengeluaran untuk yang lain.

Meskipun tetap mengumbar senyum manisnya kepadaku, Mas Darman sering juga tertekan memikirkan pekerjaan apa yang dapat dilakukannya untuk tetap menghidupkan dapur keluarga. Aku sering menemaninya berdiskusi tentang mata pencaharian baru.

“Pekerjaan yang Abi tahu dari dulu Cuma jualan bakso, Umi.”
“Abi kan bisa jualan lain, seperti gorengan misalnya, atau ketoprak?”, kataku.
“Umi benar. Tetapi untuk jualan makanan rasanya masyarakat sudah tidak bisa lagi mempercayai Abi. Biarlah Abi coba cara lain.”
“Cara lain seperti apa?”, tanyaku.
“Begini, dulu di Brebes Abi sering bantuin petani bawang merah di kebun. Jadi Abi cobalah membawa cangkul kita ini untuk mencari nafkah. Kebetulan di ujung jalan depan suka ada truk yang berhenti mencari kuli cangkul.”
“Kuli cangkul? Apa nggak ada pekerjaan lain, Abi?”
“Ya, buat saat ini rasanya hanya itu yang rasional. Persediaan beras kita juga sudah semakin tipis, kan?”

Ucapan Mas Darman bahwa sewaktu di Brebes dia biasa nyangkul, tidak sepenuhnya bisa kupercaya. Setahuku dia itu anak sekolahan yang drop out karena kekurangan biaya dan akhirnya memberanikan diri merantau ke Jakarta. Aku tidak yakin badannya tahan dipakai untuk nyangkul.

Ternyata kecurigaanku benar. Sore harinya Mas Darman pulang dengan badan keletihan dan telapak tangan mengelupas. Aku hanya bisa menangis sambil memijiti tubuhnya dan melumuri tangannya yang melepuh dengan tumbukan daun keladi dicampur putih telur.
Dalam kepedihan itu, Mas Darman masih mengajakku untuk beryukur kepada Allah. Memang Allah telah menebarkan dalam dirinya kekayaan hati. Justru ketabahan dan kepasrahan Mas Darman sering menjadikan tangisku berhenti.

*******
“Umi, mana makannya. Zakia lapar.”. Suara Zakia tidak lagi sekeras tadi. Matanya yang kuyu memandangiku dengan setengah keyakinan. Justru adik-adiknya yang kini malah menangis tak henti-hentinya. Yamin kelaparan dan Dafa menangis karena tidak mendapatkan apa-apa pada puting susuku.
Kugagahkan langkah menuju dapur. Tidak ada apa-apa lagi di sana kecuali beberapa sendok tepung gandum. Kutatapi gandum putih yang saat ini nilainya sama dengan nyawa anak-anakku.

Ya Allah.. berat benar bahasa cinta-Mu kepada kami. Jadikanlah kami orang-orang yang memahami embun-embun cinta yang Kau nyatakan dalam bahasa lapar ini.
Sebenarnya tiga sendok gandum itu kusediakan untuk Mas Darman. Entah mengapa aku tidak yakin hari ini ia berhasil dapat kerjaan. Tapi keluhan anak-anakku benar-benar hampir memutuskan tali jantungku. Maka kurebuslah tiga sendok gandum itu dengan air sumur dan sedikit garam dapur.

Hanya bubur gandum yang cair itu saja yang dapat kuhidangkan untuk mereka. Tanganku menyuapi mereka dengan setengah gemetar menahan lapar. Mulut mereka menerimanya dengan lemah dan mata yang kuyu. Belum sampai ke suapan terakhir ketiga-tiganya telah berbaring keletihan dan tertidur.
Kuseret langkah ke kamar mandi. Kubasahi wajah dengan air wudhuk. Aku tidak sabar untuk merintihkan semua luka ini kepada Yang Maha Pencipta. Akupun terbenam khusyuk dalam sujud-sujud yang panjang.

Setelah salam, kuangkat tangan tinggi-tinggi dan kurintihkan sederet doa agar Allah segera meringankan kami sekeluarga dari penderitaan ini. Semoga doaku tidak terhalang oleh bunyi hujan yang masih turun dengan derasnya. Keletihan membuat badanku terkulai dan tertidur di atas sajadah.

*********

Aku tersentak bangun. Rupanya hujan sudah lama berhenti. Kutatapi jarum jam tua yang hampir mendekati angka sebelas. Mengapa Mas Darman belum pulang juga? Hatiku bertambah risau dan cemas. Apa yang menimpanya hari ini? Oh.. ya Allah aku jadi sangat merinduinya. Detik-detik terasa kian menyiksa dalam menanti kepulangannya.

Alhamdulillah tidak berapa lama kemudian kudengar suaranya mengetuk pintu.
“Umi, Umi..buka pintu sayang.” Akupun bergegas membuka pintu. Mas Darman berdiri di pintu dengan senyuman yang manis. Hah.. Subhanallah ada bau masakan yang sangat menggoda perut laparku dalam bungkusan yang dibawanya.

“Nah Umi pasti belum makan, kan? Ayo sekalian bangunkan anak-anak. Ini Abi bawakan dua bungkus sate padang dan dua bungkus serabi manis. Pas seperti Manna dan Salwa hidangan Allah untuk mereka yang soleh.”

“Subhanallah, dari mana Abi dapat uang membelinya?”
“Makan dulu sayangku. Nanti Abi ceritakan. InsyaAllah yang ini Halalan Toyyiban.”
Maka anak-anakpun aku bangunkan. Mereka juga rindu dengan Abinya. Mas Darman memeluk mereka dalam canda yang ceria. Setiap pulang Mas Darman membawa kebahagiaan dalam hati anak-anak kami. Kami pun menikmati makanan itu dengan lahapnya. Aku bahagia sekali melihat mata anak-anakku berbinar-binar menikmati kue serabi yang manis.

“Enak ya, Umi. Terima kasih ya Abi sudah belikan Zakia serabi.” Zakia berbicara dengan mulut penuh dengan makanan.
“Ya sayang. Zakia harus rajin berdoa ya agar Allah terus menerus memberi kita rezeki seperti ini.”
“Baik Abi. Umi juga sudah ngajarin Zakia cara berdoanya.”

*************

Malam itu aku berbaring di atas lengan Mas Darman. Kucubiti perutnya supaya dia menceritakan kepadaku asal usul makanan itu. Sebab dari tadi dia cuma bilang dari Allah..dari Allah…

“Tentu saja semuanya dari Allah, Abi. Tapi tentu ada sebabnya?” kataku.
“Ya, ya..baik ndoro puteri. Begini ceritanya ..Dari pagi tadi Abi sudah setengah putus asa menunggu truk-truk pasir itu. Ada beberapa yang lewat tapi tidak mau mengambil Abi. Alasannya sekarang mereka sudah punya pekerja tetap di pool pasir.

Akhirnya menjelang sore Abi bawa kaki melangkah ke mana saja ia ingin melangkah. Menjelang sholat Ashar Abi menyahut panggilan azan dari sebuah masjid dalam kompleks perumahan.
Abi kenyangkan perut dengan air keran supaya jangan ingat makanan ketika sholat. Duh..segar benar rasanya. Kemudian Abi pun ikut sholat berjamaah. Setelah sholat ada seorang jamaah masjid yang bertanya.

“Mas bawa-bawa cangkul mau kemana?”
“Saya mau cari kerjaan, Pak. Apa saja.”
“Bisa membersihkan dan merapikan taman?”
“InsyaAllah bisa, Pak.”

Maka Abipun ikut bapak itu ke rumahnya untuk membersihkan taman. Menjelang Maghrib pekerjaan itu selesai. Bapak itu memberikan uang cukup banyak, Mi. Lima puluh ribu! Nah, sebelum pergi, Abi melihat bapak itu meringis memegangi punggungnya. Rupanya bapak itu mengalami sakit punggung. Abi tawarkan kepadanya untuk diurut.”

“Memangnya Abi bisa ngurut?” Aku menyela dengan sebuah pertanyaan.
“Ya itulah salah satu kemahiran Abi yang agak ajaib. Sebenarnya Abi tidak pernah belajar mengurut. Tapi Ibu bilang urutan Abi enak dan menyehatkan. Maka banyak juga dikampung orang yang minta diurut sama Abi.

Nah, Umi rupanya urutan Abi juga mengena ke urat bapak ini. Dia merasa enak dan lega setelah diurut sama Abi. Umi tahu apa yang terjadi? Subhanallah, dia mengeluarkan lagi uang lima puluh ribu!”
Aku memandang mata Mas Darman dengan penuh haru. Kulihat ada secercah harapan pada bola matanya. Kami berdua berpelukan bahagia sambil terus menggumamkan pujian kepada Allah.

“Ya Allah betapa besar syukur kami kepadaMu. Engkau bawa kami ke puncak cobaan, agar dapat lebih mensyukuri sedikit rezki yang Engkau teteskan hari ini. Kami sangat memahami ya Allah, bahwa Engkau masih tetap sayang kepada kami.”

Semoga rintihan doa kami berdua dapat terus mi’raj menembus langit menuju pangkuan Ilahi, dan tidak lagi terbenam dalam deru hujan yang kembali turun dengan derasnya.

Wallahu a'lam bishshawab, ..
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …

.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik ....


 https://www.facebook.com/pages/Strawberry/203846879754531

Kisah Empat Lilin

Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.
Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka
Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

“Akulah HARAPAN.”

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN!

Kecerdikan Yang Dianggap Bodoh

Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"
"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih, "Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."

PESAN MORAL:
Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya kita jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.

Saat Iblis membentangkan sajadah

Cerita ini sudah begitu fenomenal di berbagai blog yang dapat anda temui dengan mudah. Kalau selama ini kita selaku umat manusia dituntut untuk lebih kreatif dalam bekerja dan berkarya maka begitu pula dengan Iblis, makhluk terlaknat ini juga mengembangkan daya kreatifnya untuk menggiring manusia ke dalam lembah dosa dan penyesalan.

Berikut kisahnya..

Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum’at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.

Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. “Hai, Blis!”, panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : “Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini!”, jawab Iblis ketus.

“Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci,Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!”, Kiai mencoba mengusir.
“Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru”. Kiai tercenung. “Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu”. “Dengan apa?”
“Dengan sajadah!”
“Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?”
“Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!”

“Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?”
“Bukan itu saja Kiai…”
“Lalu?”
“Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar”
“Untuk apa?”
“Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah”.

Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.

Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
“Nah, lihat itu Kiai!”, Iblis memulai dialog lagi.
“Yang mana?”
“Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka”.

Iblis lenyap.
Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.
Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.

Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.

Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.

Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
“Astaghfirullahal adziiiim “, ujar sang Kiai pelan. “

Semoga ALLAH senantiasa melindungi kita dari godaan setan yang terkutuk, dan semoga ALLAH selalu memberikan kita kesabaran dalam setiap ujiannnya dan memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Aamiin

Bentuk asli Malaikat Jibril yang disaksikan Rasulullah



Malaikat Jibril adalah malaikat yang paling mulia yang diberikan tugas oleh Allah menyampaikan wahyu kepada para Nabi, akan tetapi Malaikat Jibril belum pernah menampakkan bentuk aslinya kepada Nabi sebelumya kecuali kepada Baginda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam

Dalam kitab tafsir sowi hlm 176 jld 4...
"Maka Malaikat Jibril menampakan diri (aslinya) dua kali. 1 kali dibumi (wahyu pertama) dan 1 kali di langit (Isra Miraj)..Dan belum melihat satu pun dari Para Nabi kepada Malaikat Jibril dalam bentuk sebagaimana ia diciptakan kecuali Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wassalam.

"Ketika Malaikat Jibril menampakan diri (pertamakali) yang tingginya telah ada di ufuk (melewati batas penglihatan). Maka bertanya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
" Wahai Jibril aku tidak mengira bahwa Allah menciptakan makhluk (yang sangat besar) seperti bentuk mu ini.

Malaikat Jibril menjawab: "Wahai Muhammad. "Sesungguhnya aku (hanya) telah membentangkan dua sayap. Sesungguhnya aku memiliki 600 sayap, yang ukuran setiap sayapnya seluas antara timur dan barat."
"Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata: "Sesungguhnya penciptaanmu sangat Besar"

Malaikat Jibril berkata: "Dan tidaklah aku disamping ciptaan-ciptaan Allah hanyalah sesuatu yang kecil.. Dan Allah telah menciptakan Israfil, dia lebih besar dan memiliki 600 sayap, dan setiap sayapnya seukuran seluruh sayapku.. Sesungguhnya dia melipat sayapnya karena takut kepada Allah, sampai-sampai dia melipatnya sekecil mungkin."

"Lihatlah para malaikat yang takut kepada Allah dan lihatlah Malaikat Jibril yang selalu menemani utusan Allah yang terakhir dan kekasihnya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam , sehingga bentuk dirinyapun tidak diperlihatkan kepada siapapun kecuali kepada sang kekasih yaitu Rasulullah, sampai sampai ketika Rasululah wafat, malaikat Jibril memalingkan wajahnya, dan Rasul bertanya kepada Jibril."wahai saudaraku kenapa engkau memalingkan wajahmu.?"

Jibril menjawab: "karena aku tidak kuat dan tidak tega melihat engkau dalam sakaratul maut..
Subhanallah , Allahu Akbar...
Allahumma shalli wasallim alaa (sayyidina) Muhammad wa'ala ali (sayyidina) Muhammad

يَا اللهْ يَا اَللهْ يَا اللهْ…يَا اللهُ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيْمُ…لَاإِلهَ إِلَّا الله… مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Shalawat dan salam untuk junjungan kita, sirajan muniraa…al najmi al hawaa…Muhammad Rasulillah…semoga kita termasuk hamba2 Allah yang dirindukan Beliau…

Aamiin Ya Robb…kumpulkan kami bersama RasulMu yang mulia..di JannahMu…aamiin

Ya ALLAH...
✔ Muliakanlah orang yang membaca tausiah ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang membaca dan membagikan tausiah ini.

Aamiin ya Rabbal'alamin

Rabu, 08 Januari 2014

Untukmu yang jauh disana

Berdinding jarak dan waktu,
Berbatas ruang diantara kita..
Masihkah kau jaga hatimu untukku ??
Masihkah terbesit kerinduanmu padaku ??

Untukmu yang jauh disana..
Ku harap kau slalu menjaga hatimu..
Seperti disini aku menjaga hatiku..
Semoga cintamu pada_NYA menjagamu dari angin2 keburukan yang mampu membuatmu lalai akan perintah_NYA..

Semoga kasihmu pada_NYA membuatmu mampu bertahan dalam perpisahan yang panjang ini..
 

Jika aku disini menanti, ku harap kau disana menjaga..
Jika aku disini berdo’a, ku harap kau disana setia..

Aku tak berharap di pertemukan denganmu..
Tapi aku meminta dipersatukan dalam cinta_NYA..
Aku tak berharap kesempurnaanmu..
Kerana aku ingin melengkapinya dengan kekuranganku..

YA RABBANAA..
Satukan kami dalam naungan cinta_MU..
Dan cintakan kami pada kebaikan..
Agar cinta kami dapat menyatu menjadi kebaikan..

YA RABBANAA..
Satukan kekurangan kami dalam Ridha_MU..
Agar kekurangan itu dapat melebur menjadi kesempurnaan..

YA RABBANAA..
Yang kami inginkan hanyalah kesempurnaan cinta_MU..
Karena hanya begitulah tidak akan ada rasa terluka dan kecewa pada akhirnya..

Aamiin Ya Rabbal'alamiin..

Renungkan Bersama

Jika esok adalah akhir dari waktuku
Tetaplah jadi dirimu saat ini
Tak perlu kau hadir dan menangis di tempat peristirahatanku nanti
Tak perlu kau bercerita tentang siapa diriku di matamu
Cukup nikmati hidupmu dan cari dia yang mampu membawa sejuta bahagia di hidupmu

Jika esok adalah awal untuk sebuah penghargaan atas diriku dimata dunia
Aku kan mengingatmu
Saat aku berdiri diantara jutaan pasang mata
Kan kukatakan pada mereka
Kaulah alasan dibalik semangatku meraih tempat terindah di mata dunia

Jika esok aku tetaplah aku yang tak bermakna untukmu
Maafkan aku..
Jika aku pernah melukaimu
Jika aku slalu berharap kau kembali padaku
Hingga kau pun bosan dan makin membenciku
Maafkan aku ..
Seseorang yang pernah mengisi hatimu
Dan terlupakan karena sejuta kesalahan yang mungkin terus menyakitimu

For Woman


Aku tidak pakai jilbab..
Aku tidak menutup aurat..
Suka-suka akulah ganggu kesenangan orang lain aja..
Apa masalah buat lho.?

Bismillah..
Kamu mau aku jawab.?
Memang kamu banyak bikin masalah.
Gara-gara kamu tidak menutup aurat, orang lain jadi terkena dosa. Itu masalah!
Gara-gara kamu berpakaian seperti itu, orang lain jadi ikut-ikutan melakukannya. Itu masalah.!
Kamu ngaku orang islam, tapi pakaian orang kafir yg kamu ikuti. Itu masalah.!
Aku sayang kamu sebagai sesama muslim. Itu juga masalah.!
Kamu jangan merasa yang paling HOT. Neraka itu lebih HOT..!
Nah.. Aku sudah jawabkan, fikir baik-baik, jangan fikir sesuka hati.
Masih ada waktu untuk berubah, jangan sampai terlambat, karena penyesalan itu selalu datang terlambat.

Note : Wanita yang merasa dirinya ISLAM pasti tidak ragu dan tidak akan mengeluarkan alasan-alasan yang tidak masuk akal.

Sebaliknya, wanita yang tidak merasa ISLAM pasti akan mengeluarkan berbagai macam alasan yang tidak masuk akal karena enggan memakai jilbab.

___________________________
Satu-satunya CARA MENSUCIKAN DIRI SETELAH MELAKUKAN ZINA

Renungan

Adakalanya seseorang yang mencintaimu tak pernah menyatakan cintanya karena belum masanya kau tahu..
Jika masanya telah tiba, dia tak hanya bilang cinta namun berani menghalalkannya..
Namun jika dia tak bicara sampai sekian lama,mungkin dia takut menorehkan luka karena belum mampu mewujudkan dalam bingkai yang diridhai-NYA..
Jika suatu ketika dia meninggalkanmu,kau baru tahu dia adalah cinta dalam diam yang selama ini belum kau sadari..
Namun yakinlah,jika memang takdir membawa kalian bersama jodoh,sejauh apapun terpisah suatu saat akan bersatu pula.Jodoh tak kan tertukar..

Puisi

Freedom

Kebebasan..
Itulah yang diinginkan pelita di kegelapan malam..
Tak peduli membahayakan diri sendiri..
Meski begitu tetap membantu...
Di setiap ada masalah..
Namun tetap terbelenggu di setiap malamnya..

 Berharap agar tetap hidup..
Berusaha melindungi yang lemah..
Walau dianggap salah..
Berusaha tertawa walau sakit..
Menunggu penghargaan darimu..

By : Syarif

Seri Islami

Kisah Karomah WaliALLAH Nahdlatul Ulama

KH. RUHIAT, CIPASUNG, TASIKMALAYA
Ditembak Belanda
KH. Ruhiat adalah salah seorang tokoh Islam yang ikut berjuang mengusir penjajah dari Bangsa Indonesia. Beliau termasuk penggerak perlawanan rakyat melawan Belanda di daerah Jawa Barat, khususnya di Tasikmalaya. Pada suatu hari Belanda datang ke pondok pesantren tempat tinggal beliau. Pada saat itu KH. Ruhiat sedang mengimami sholat di masjid pondok pesantrennya. Tiba-tiba Belanda yang sangat membenci para pejuang kemerdekaan melepaskan tembakan kearah KH. Ruhiat. Allah mentakdirkan bahwa yang terkena oleh tembakan sampai meninggal dunia adalah santri sedangkan beliau selamat.

Didatangi oleh gerombolan
Peristiwa ini terjadi setelah masa penjajahan. Pada suatu hari sekelompok orang yang tidak dikenal mendatangi pondok pesantren KH. Ruhiat. Gerombolan tersebut langsung menuju tempat kediaman beliau. Dari cara-cara mereka bertamu, jelaslah bahwa gerombolan itu bermaksud tidak baik. Dengan cara yang tidak sopan mereka memaksa KH. Ruhiat untuk mengikuti mereka. Saat itu , KH. Ruhiat membaca keadaan dan tidak menuruti permintaan orang-orang yang tidak dikenal itu. Karena merasa kesal permintaan mereka tak dituruti , akhirnya para gerombolan itu masuk menerobod masuk ke kamar KH. Ruhiat . Kemudian mereka beramai-ramai mengangkat KH. Ruhiat dengan maksud mengambil KH. Ruhiat secara paksa. Akan tetapi gerombolan itu , meskipun jumlah mereka banyak, mereka tetap tidak mampu mengangkat tubuh KH. Ruhiat yang sedang terbaring ditempat tidur. Melihat kejadian luar biasa itu , para gerombolan memutuskan untuk meninggalkan pondok pesantren KH. Ruhiat. Mereka tidak berhasil menculik KH. Ruhiat karena ketidak mampuan mereka mengangkat tubuh beliau.

Mari Kita Hadiahkan Bacaan Surat Al-Fatihah Untuk Beliau.. ALFATIHAH…