Kisah Seekor Burung Pipit
Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor
Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada
lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk
meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu dingin dan sejuk.
Benar, pelan-pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin
sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi.
Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel
salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena
tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di
sayapnya justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa
apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat.
Dia merintih
menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang
kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si Burung kecewa mengapa
yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh
dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat
sesuatu untuk menolongnya.
Si Kerbau tidak banyak bicara, dia
hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung
Pipit semakin marah dan memaki maki si Kerbau. Lagi-lagi Si kerbau tidak
bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas
tubuh si burung.Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena
tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa mati tak bisa
bernapas.Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang
membeku pada bulunya pelan pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia
dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung
Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas-puasnyanya.
Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri
sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan
kemudian menimang-nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa
salju yang masih menempel pada bulu si burung.
Begitu bulunya
bersih, Si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah
mendapatkan teman yang ramah dan baik hati. Namun apa yang terjadi
kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung,
dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Anak Kucing.
Refleksi Hikmah :
1. Halaman tetangga yang nampak lebih hijau, belum tentu cocok dan baik buat kita.
2. Baik dan buruknya penampilan, jangan dipakai sebagai satu-satunya ukuran.
3. Apa yang pada mulanya terasa pahit dan tidak enak, kadang-kadang
bisa berbalik membawa hikmah yang menyenangkan, dan demikian pula
sebaliknya.
4. Ketika kita baru saja mendapatkan kenikmatan, jangan lupa dan jangan terburu nafsu, agar tidak kebablasan.
5. Waspadalah terhadap Orang yang memberikan janji yang berlebihan
There are mysteries to the universe we were never meant to solve. But who we are and why we are here, are not among them. Those answers we carry inside. An this message is for all of you..
Kamis, 02 Oktober 2014
Please Humans, read this
----- :: Bobot Sebuah Do'a ::-----
Fateema Redden, seorang Ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja, sedangkan Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan. John Longhouse, si Pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si Ibu terus menceritakan tentang keluarganya.
"Tolonglah Pak, Saya janji, saya akan segera membayar hutang tersebut setelah aku punya uang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," Ia beralasan.
Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tersebut. Dia mendekati keduanya dan berkata, "Saya akan membayar semua yang diperlukan Ibu ini."
Karena malu, si Pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah Ibu membawa daftar belanja ?" "Ya Pak, Ini," kata sang Ibu sambil menunjukkan sesobek kertas kumal. "Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."
Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Fateema menundukkan kepala sebentar, dan kemudian menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, Ia meletakkannya ke dalam timbangan.
Mata Si Pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si Ibu sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si Pelanggan baik hati itupun hanya tersenyum.
Disaksikan oleh Pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain.
Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si Ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si Pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.
Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena tidak tahan, Si Pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si Ibu kumal tadi.
Kertas kumal itu, ternyata tidak berbentuk seperti kertas belanjaan pada umumnya. Tidak tertulis satupun daftar belanjaan di atas kertas tersebut, hanya sebuah do'a pendek, "Rabb, Engkau Maha Mengetahui apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tangan-Mu."
Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Fateema, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko tersebut dengan menenteng belanjaan gratisnya. Si Pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.
Si Pemilik Toko kemudian mengecek timbangan yang tadi dipakai untuk menimbang dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah do'a.
KEKUATAN SEBUAH DO'A
Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa. Hanya itu. Stop pekerjaan anda sekarang juga dan ucapkan sebuah doa untuk dia yang telah mengirimkannya kepada anda. Lalu, kirimkan cerita ini kepada setiap orang atau sahabat yang anda kenal. Biarlah jaringan ini tidak terputus, karena DOA ADALAH HADIAH TERBESAR DAN TERINDAH YANG KITA TERIMA. Tanpa biaya, tetapi penuh daya guna.
Fateema Redden, seorang Ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja, sedangkan Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan. John Longhouse, si Pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si Ibu terus menceritakan tentang keluarganya.
"Tolonglah Pak, Saya janji, saya akan segera membayar hutang tersebut setelah aku punya uang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," Ia beralasan.
Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tersebut. Dia mendekati keduanya dan berkata, "Saya akan membayar semua yang diperlukan Ibu ini."
Karena malu, si Pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah Ibu membawa daftar belanja ?" "Ya Pak, Ini," kata sang Ibu sambil menunjukkan sesobek kertas kumal. "Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."
Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Fateema menundukkan kepala sebentar, dan kemudian menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, Ia meletakkannya ke dalam timbangan.
Mata Si Pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si Ibu sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si Pelanggan baik hati itupun hanya tersenyum.
Disaksikan oleh Pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain.
Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si Ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si Pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.
Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena tidak tahan, Si Pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si Ibu kumal tadi.
Kertas kumal itu, ternyata tidak berbentuk seperti kertas belanjaan pada umumnya. Tidak tertulis satupun daftar belanjaan di atas kertas tersebut, hanya sebuah do'a pendek, "Rabb, Engkau Maha Mengetahui apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tangan-Mu."
Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Fateema, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko tersebut dengan menenteng belanjaan gratisnya. Si Pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya.
Si Pemilik Toko kemudian mengecek timbangan yang tadi dipakai untuk menimbang dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah do'a.
KEKUATAN SEBUAH DO'A
Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa. Hanya itu. Stop pekerjaan anda sekarang juga dan ucapkan sebuah doa untuk dia yang telah mengirimkannya kepada anda. Lalu, kirimkan cerita ini kepada setiap orang atau sahabat yang anda kenal. Biarlah jaringan ini tidak terputus, karena DOA ADALAH HADIAH TERBESAR DAN TERINDAH YANG KITA TERIMA. Tanpa biaya, tetapi penuh daya guna.
Sabtu, 23 Agustus 2014
Can you understand???
Kisah Pohon Apel Dan Seorang Anak (renungan)
Dahulu kala, ada sebuah pohon apel yang sangat
besar. Ditempat itulah seorang anak kecil suka datang dan bermain di sekitarnya
hampir setiap hari. Dia selalu naik ke dahan dahan ranting rendah yang cukup
kokoh, lalu makan apel yang telah memerah, sambil tidur tiduran dibawahnya. Dia
begitu mencintai pohon apel tersebut dan juga sebaliknya, pohon itu sangat
senang bermain dengan sang anak.
Waktu berlalu ... si anak kecil telah besar dan dia
tidak pernah terlihat lagi bermain di sekitar pohon seperti hari hari
sebelumnya. Sampai suatu hari, anak itu datang kembali ke pohon apel dan ia
tampak sangat sedih.
"Kamu datang untuk bermain dengan saya?"
tanya pohon tersebut dengan sangat gembira.
"Saya bukan lagi seorang anak kecil, saya tidak
bermain-main lagi dengan pohon" Sahut sang anak.
"Saya ingin mainan. Saya butuh uang untuk
membelinya. "
"Maaf, tapi saya tidak memiliki uang ... tetapi
kamu dapat memilih semua buah apel yang saya miliki ini dan kamu bisa
menjualnya. Jadi, kamu bisa punya uang untuk membeli mainan itu" Jawab
sang pohon.
Anak itu sangat bergembira dan terlihat bersemangat.
Dia meraih semua apel di pohon dengan sangat bahagianya.
Sekian lama berlalu. Anak itu tidak pernahkembali
lagi setelah ia mengambil buah apel waktu itu. Si Pohon merasa sangat sedih.
Di suatu hari yang cerah, anak laki-laki itu kini
telah berubah menjadi seorang pria dewasa. Ia kembali menemui pohon itu.
"Kamu datang untuk bermain dengan
saya?"kata pohon dengan bersemangat.
"Saya tidak punya waktu untuk bermain. Saya harus
bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak istri. Kami membutuhkan rumah untuk
berteduh. Dapatkah Anda membantu saya? "
"Maaf, tapi saya tidak memiliki rumah. Namun
kamu dapat memotong dahan-dahan saya untuk membangun rumah mungil yang
indah"
Mulailah lelaki itu memotong semua dahan pohon yang
ada di kanan dan kiri. Pohon itu senang melihatnya.
Untuk berapa lama, lelaki itu pun tidak pernah
datang kembali sejak saat itu. Pohon apel itu merasa kesepian dan terlihat
sangat sedih.
Suatu hari musim panas, lelaki itu kembalidan pohon
apel itu pun terlihat begitu sangat gembira.
"Kamu datang untuk bermain dengan saya?"
Sahut Pohon.
"Saya mulai tua dan tidak bisa bermain lagi.
Aku ingin pergi berlayar kesamudera luas untuk bersantai sendiri. Dapatkah kamu
memberi saya perahu "kata pria itu.
"Gunakan batang saya untuk membangunperahu
impianmu. Nanti kamu bisa berlayar jauh dan bahagia dengan keinginanmu itu .
Jawab sang pohon.
Mulailah lelaki itu memotong batang pohon, untuk
kemudian akan dijadikannyasebuah perahu. Ia pun pergi berlayar, dansama seperti
sebelum sebelumnya, ia tidak pernah muncul untuk waktu yang lama.
Setelah sekian tahun berlalu, akhirnya, pria itu
kembali lagi.
"Maaf anakku, Tapi aku tidak memiliki apa-apa
untuk kau ambil lagi. Tidak ada lagi apel yang bisa kau petik, tidak ada lagi
cabang dahan yang bisa kau ambil ..." Kata pohon.
"Tidak apa-apa, saya tidak memiliki gigi lagi
untuk memakan buahmu, tidak ada tenaga untuk memanjat dahan dahanmu. Saya
terlalu tua untuk itu"kata sang lelaki.
"Saya benar-benar tidak bisa memberikanapa-apa
... satu-satunya yang kini saya miliki adalah akar pohon tua yang sudah
rapuh" kata pohon apel sambil bercucuran air mata.
"Saya tidak memerlukan banyak hal sekarang,
saya hanya butuh sebuah tempat untuk beristirahat. Saya lelah setelah
bertahun-tahun mengembara"
jawab sang lelaki.
"Baiklah! Akar pohon tua adalah tempat terbaik
untuk bersandar dan beristirahat melepas penat. Ayo, ayo duduk bersama
saya"
Pria tua itu pun mendekat dan pohon apelitu terlihat
sangat senang dengan seuntai senyum bercampur air mata .
Ini adalah kisah setiap orang di dunia ini. Pohon
apel itu ibaratnya adalah seperti para orang tua. Ketika kita masih kecil, kita
senang bermain dengan Ayah dan Ibu.
Ketika kita telah tumbuh dewasa, kita meninggalkan
mereka. Hanya datang sesekali kepada mereka ketika kita membutuhkan sesuatu
atau ketika kita berada dalam kesulitan.
Tidak peduli apapun niat sang anak, orangtua akan
selalu berada di sana, orang tua selalu tegar berdiri saat sang anak benar
benar membutuhkan mereka. Dengan segenap kerelaan hati, mereka akan memberikan
segala yang mereka bisa hanya untuk membuat Anda bahagia.
Kita mungkin berpikir anak itu sangat kejam kepada
pohon. Tapi itulah sebuah gambaran nyata bagaimana kita semua sering
memperlakukan orang tua seperti itu juga. Kita selalu menganggap remeh dan
cenderung tidak menghargai semua yang mereka lakukan untuk kita. SAMPAI
akhirnya kita Terlambat. Terlambat untuk menemukan apa maunya MEREKA.
Bukan harta benda, mereka tak butuh uangmu. Bukan
rumah mewah, mereka tak butuhkan hal itu. Yang mereka inginkan adalah KAMU. Ya
KAMU!
Untuk temani masa tua mereka, untuk sekedar berbagi
hal-hal kecil bersama mereka.
Rabu, 20 Agustus 2014
Jumat, 08 Agustus 2014
Just Teripang
Suatu hari ada seorang pria yang bernama Parno yang berprofesi sebagai
guru masak. Dia memiliki murid perempuan yang bernama Dewi. Parno
mengajari Dewi tentang memasak ala sea food.
Lalu Dewi bertanya,
"Hewan apa yang sangat baik untuk dimakan namun mencarinya gampang?"
Dan Parno pun menjawab, "Teripang."
"Di mana saya bisa mendapatkan teripang?" tanya Dewi.
Parno menjawab, "Di pantai."
Lalu mereka pergi ke pantai untuk mencari teripang. Saat itu keadaan sangat mendukung pencarian mereka karena air laut sedang surut. tapi ada 1 masalah. Mereka lupa membawa pakaian rekang, maka dari itu Parno menyarankan agar mereka melepas pakaian mereka agar bisa dipakai lagi di dapur.
Sekian lama mereka tidak mendapatkan teripang. Lalu, Dewi bertanya, "bentuk teripang seperti apa?"
Lalu Parno menjawab "Lonjong, berurat, dan panjang."
Tidak lama kemudian... "SAYA DAPAT!"
(Dewi memegang barang milik Parno dan menariknya ke atas)
Lalu Dewi bertanya,
"Hewan apa yang sangat baik untuk dimakan namun mencarinya gampang?"
Dan Parno pun menjawab, "Teripang."
"Di mana saya bisa mendapatkan teripang?" tanya Dewi.
Parno menjawab, "Di pantai."
Lalu mereka pergi ke pantai untuk mencari teripang. Saat itu keadaan sangat mendukung pencarian mereka karena air laut sedang surut. tapi ada 1 masalah. Mereka lupa membawa pakaian rekang, maka dari itu Parno menyarankan agar mereka melepas pakaian mereka agar bisa dipakai lagi di dapur.
Sekian lama mereka tidak mendapatkan teripang. Lalu, Dewi bertanya, "bentuk teripang seperti apa?"
Lalu Parno menjawab "Lonjong, berurat, dan panjang."
Tidak lama kemudian... "SAYA DAPAT!"
(Dewi memegang barang milik Parno dan menariknya ke atas)
What this is??
Seorang wanita cantik dan sexy terjatuh dari lantai 80 sebuah gedung
megah. Untunglah di lantai 70, ada seorang Pria Amerika menangkapnya.
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya….”
Pria Amerika : “Sama-sama, tapi Anda harus membalas budi”
Wanita : “Bagaimana caranya ?”
Pria Amerika : “Tidurlah denganku…..”
Wanita : “Bajingan kau, TIDAK MAU !!!”
Pria Amerika : “Ya sudah kalau nggak mau…” Pria Amerika kemudian melepaskannya dan wanita itu kembali terjatuh….
Di lantai 50, seorang Pria Prancis berhasil menangkapnya.
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya….”
Pria Prancis : “Sama-sama, tapi Anda harus membalas budi”
Wanita : “Bagaimana caranya ?” Pria Prancis : “Tidurlah denganku…..”
Wanita : “** SENSOR ** kamu, TIDAK MAU !!!”
Pria Prancis : “Ya sudah kalau tidak mau…” Pria Prancis kemudian melepaskannya dan wanita itu kembali terjatuh…
Lantai 45 lewat, lantai 40 lewat, lantai 35 lewat dan tidak ada lagi yang menangkapnya. Si wanita mulai menyesal.
Akhirnya dia memutuskan kalau ada lagi pria yang menangkapnya, ia mau diajak tidur bareng. Daripada mati, pikirnya.
Akhirnya di lantai 20, seorang Pria Arab menangkapnya. Buru-buru wanita itu berkata :
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya. Sebagai balas jasa, Anda boleh tidur dengan saya…”
Pria Arab : ” Astaghfirullah !!!!!”
Lalu Pria Arab itu melepaskannya kembali…
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya….”
Pria Amerika : “Sama-sama, tapi Anda harus membalas budi”
Wanita : “Bagaimana caranya ?”
Pria Amerika : “Tidurlah denganku…..”
Wanita : “Bajingan kau, TIDAK MAU !!!”
Pria Amerika : “Ya sudah kalau nggak mau…” Pria Amerika kemudian melepaskannya dan wanita itu kembali terjatuh….
Di lantai 50, seorang Pria Prancis berhasil menangkapnya.
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya….”
Pria Prancis : “Sama-sama, tapi Anda harus membalas budi”
Wanita : “Bagaimana caranya ?” Pria Prancis : “Tidurlah denganku…..”
Wanita : “** SENSOR ** kamu, TIDAK MAU !!!”
Pria Prancis : “Ya sudah kalau tidak mau…” Pria Prancis kemudian melepaskannya dan wanita itu kembali terjatuh…
Lantai 45 lewat, lantai 40 lewat, lantai 35 lewat dan tidak ada lagi yang menangkapnya. Si wanita mulai menyesal.
Akhirnya dia memutuskan kalau ada lagi pria yang menangkapnya, ia mau diajak tidur bareng. Daripada mati, pikirnya.
Akhirnya di lantai 20, seorang Pria Arab menangkapnya. Buru-buru wanita itu berkata :
Wanita : “Terima kasih anda telah menolong saya. Sebagai balas jasa, Anda boleh tidur dengan saya…”
Pria Arab : ” Astaghfirullah !!!!!”
Lalu Pria Arab itu melepaskannya kembali…
Selasa, 03 Juni 2014
History Of "Indonesia Raya" lyrics
Original lyrics (1928)
INDONESIA RAJA
Wage Rudolf SupratmanI
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.
- Indonesia kebangsaankoe,
- Kebangsaan tanah airkoe,
- Marilah kita berseroe:
- "Indonesia Bersatoe".
Hidoeplah neg'rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.
- Refrain :
- Indones', Indones',
- Moelia, Moelia,
- Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
- Indones', Indones',
- Moelia, Moelia,
- Hidoeplah Indonesia Raja.
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.
- Indonesia, tanah poesaka,
- Poesaka kita semoeanja,
- Marilah kita berseroe:
- "Indonesia Bersatoe".
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoea,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.
- Refrain
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.
- Indonesia, tanah berseri,
- Tanah jang terkoetjintai,
- Marilah kita berdjandji:
- "Indonesia Bersatoe"
S'lamatlah poet'ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg'rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.
Revised lyrics (1958)
INDONESIA RAJA(Republic Spelling)
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Disanalah aku berdiri,
Djadi pandu ibuku.
- Indonesia kebangsaanku,
- Bangsa dan tanah airku,
- Marilah kita berseru,
- Indonesia bersatu.
Hiduplah neg'riku,
Bangsaku, Rajatku, sem'wanja,
Bangunlah djiwanja,
Bangunlah badannja,
Untuk Indonesia Raja.
- Refrain :
- Indonesia Raja,
- Merdeka, merdeka,
- Tanahku, neg'riku jang kutjinta!
- Indonesia Raja,
- Merdeka, merdeka,
- Hiduplah Indonesia Raja!
Indonesia, tanah jang mulia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah aku berdiri,
Untuk s'lama-lamanja.
- Indonesia, tanah pusaka,
- P'saka kita semuanja,
- Marilah kita mendoa,
- Indonesia bahagia.
Suburlah djiwanja,
Bangsanja, Rajatnja, sem'wanja,
Sadarlah hatinja,
Sadarlah budinja,
Untuk Indonesia Raja.
- Refrain
Indonesia, tanah jang sutji,
Tanah kita jang sakti,
Disanalah aku berdiri,
Ndjaga ibu sejati.
- Indonesia, tanah berseri,
- Tanah jang aku sajangi,
- Marilah kita berdjandji,
- Indonesia abadi.
S'lamatlah putranja,
Pulaunja, lautnja, sem'wanja,
Madjulah Neg'rinja,
Madjulah pandunja,
Untuk Indonesia Raja.
Current lyrics
INDONESIA RAYA
(Perfected Spelling)I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.
- Indonesia kebangsaanku,
- Bangsa dan tanah airku,
- Marilah kita berseru,
- Indonesia bersatu.
Hiduplah negeriku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
- Refrain :
- Indonesia Raya,
- Merdeka, merdeka,
- Tanahku, neg'riku yang kucinta!
- Indonesia Raya,
- Merdeka, merdeka,
- Hiduplah Indonesia Raya!
Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya,
Di sanalah aku berdiri,
Untuk selama-lamanya.
- Indonesia, tanah pusaka,
- Pusaka kita semuanya,
- Marilah kita mendoa,
- Indonesia bahagia.
Suburlah jiwanya,
Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,
Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya.
- Refrain
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N'jaga ibu sejati.
- Indonesia, tanah berseri,
- Tanah yang aku sayangi,
- Marilah kita berjanji,
- Indonesia abadi.
Selamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Negerinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.
Selasa, 20 Mei 2014
Cermati, Pahami, Resapi..
Kisah Gadis Kecil Yang Shalihah
Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya.
Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di
dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa.
Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang
sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada
ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku
bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya
aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan
tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi
tersebut.
Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar
seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang
shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga
mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia
masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan
celana panjang di balik rok tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah.
Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap
perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat
permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang
perpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga
shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah
dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah
kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang
ma'ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan
seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah
seorang karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa
pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya
berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita,
mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah
wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama
24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap
pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu
tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama,
aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus
mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun
sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam
pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia
tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui
permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan
sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah
gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang
sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan
kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini?
Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa
kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia
menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di
kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya
kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah."
Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah
sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam
salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan
Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu
seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara
Afnan berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di
kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan
merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar
ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar
tersebut dia sangat bergembira dan berkata: "Alhamdulillah…
alhamdulillah… alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku
sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi,
alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini
dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang
yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan
imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan
keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya
meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum
rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk
memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia
menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari
pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."
Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk yang pertama kalinya ke
Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut
oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di
Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan
melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?"
Dia menjawab: "Tidak."
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke
sebuah kamar yang kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu
ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara
kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa
sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun
mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang
mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali
mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar
sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama
sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah
perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui
Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu,
apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia
mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk
memasang kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu
kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah
mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan
sempurna." Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban
Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun,
seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan
hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti
dia akan mati."
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di
atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan
menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan
jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti
orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun
dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu` dan shalat, tanpa
ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak
ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan
meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku
ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa
dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar,
dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir
terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia
tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi
kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku
tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah
Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku
kemudian tersenyum. Dia berkata: "Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan
sebuah mimpi yang telah kulihat." Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya
Allah." Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari
pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, dan
keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia
dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."
Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir
mimpimu tersebut." Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasannya aku akan
meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan
mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus
mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku." Benarlah apa yang
dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku
menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku
mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat
itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia
berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun
menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua."
Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring
di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la
ilaaha illallah."
Maka dia berkata: "Asyhadu alla ilaaha illallah."
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu
allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian
dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan
rasuulullaah." Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma
minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku
takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki
kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium
aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi
rabbil 'aalamin. (AR)*
Senin, 28 April 2014
Subhanallah.. :')
Ada seorang ibu ingin meminjam uang dari anaknya yang telah mapan. Dengan suara direndahkan terdengar sayup-sayup disertai rasa malu ia berkata : "Nak, bolehkah ibu meminjam uang 1.000.000? Ibu ada perlu...". Anaknya tidak langsung menjawab, dengan raut muka datar ia berkata: "Iya Ma, nanti saya tanya istri dulu?", seakan berat untuk mengiyakan. Ketika akan beranjak pergi ia melihat dus susu anaknya dan masih ada bandrol harga Rp 50.000, kemudian dia merenung. Jika 1 dus habis 1 hari x 30 hari x 2 th = 36 jt. Dia berfikir susu paling baik untuk anak adalah ASI harganya tak terhingga, super steril, diberikan dengan penuh kasih sayang jika didapat oleh seorang anak selama 2 tahun berapa yang harus ia bayar?? Kemudian ia berbalik dan menatap wajah ibunya yang teduh walau telah dimakan usia. Ibu, dirimu telah memberikan semua kasih sayang, harta dan semuanya tanpa pamrih, gratis. Maafkan anak durhaka ini yang tidak tahu balas budi dan aku tahu aku tak mampu membalas kebaikanmu. Segera ia mendatangi ibunya dan memeluknya, mengecup keningnya dan memberikan uang Rp 3 jt di dompetnya dan berkata: "Ma, jangan berkata pinjam lagi, hartaku adalah milikmu, do'akan anakmu ini agar selalu berbakti padamu". Sambil berkaca-kaca ada air bening di pelupuk mata ibu ia berkata: "Nak, di setiap keadaan Mama selalu berdo'a agar kita semua selalu dikumpulkan di dunia dan di SyurgaNya nanti dalam kebahagian, Aamiin2 Ya Robbal aalamiin. Semoga Bermanfaat.(Jangan biarkan bacaan bermakna ini mengendap,jdkan ladang pahala dg meberikan ke orang lain, Dan bagi PARA ISTRI ingatlah bhw rizki dr suamimu adalah jg HAK mertuamu.Minggu, 02 Maret 2014
Mysterious Story based on Real
Ketika Hendak Pulang Kampung
Oleh : Syarif Hidayat
Pagi itu sangat cerah di depan halaman
rumahku, burung-burung berkicau dengan riangnya, bercanda bersama tanpa ada
rasa benci. Saat itu juga aku mulai bersiap-siap mandi, kemudian sarapan.
Setelah itu aku mulai bersiap berangkat ke terminal untuk pergi ke rumah nenek
ku, sendirian. Tentu bukan masalah bagiku untuk pergi sendiri, toh aku juga
sudah besar, mampu melindungi diri sendiri.
Keadaan terminal pagi ini cukup ramai, dan
seperti terminal pada umumnya terdengar suara khas para kernet bus “Pekalongan..
Pekalongan”.. ”Solo.. Salatiga”.. ”Purwokerto.. Purwokerto”.. Selain itu juga
banyak pedagang yang sontak berteriak “Yak, cemilan, cemilan, cemilan murah Pak
Bu, seribu dapet satu”. Luar biasa banyak orang di Terminal ini, mengingat ini
musim Liburan Panjang para anak sekolahan, begitu juga aku.
Tanpa menunggu lama aku beli tiket dan
menghampiri bus jurusan kota nenekku, Kebumen. Aku duduk menunggu bus
berangkat. Seperti biasa, sebelum berangkat ada beberapa pedagand asongan yang
menjajakan dagangannya. Akupun beli beberapa cemilan untuk teman perjalananku
nanti. Setelah menunggu sekita lima belas menit bebrapa orang datang, bus pun
menjadi penuh sekarang. Tanpa menunggu lama bus pun berangkat. Ditandai dengan
klakson bus yang berbunyi nyaring. “Tuuuiiinn..”
Perjalananku dimulai dari sini. Kunikmati sepanjang
jalan yang masih masuk area Tanggerang ini dengan makan cemilan dan
mendengarkan musik religi untuk pencerahan hati. Setelah beberapa jam
perjalanan jalan utama pun macet. Maklum masa Liburan Panjang. Hari mulai sore,
namun bus ini masih sampai daerah pekalongan. Karna macet Kondektur bus ini
melewati daerah alternatif, masuk ke daerah hutan-hutan yang minim penerangan
jalan.
Hari menunjukan waktu Maghrib, namun keadaan jalan masih di dalam hutan
belantara. Terpaksa kami melewatkan ibadah sholat Maghrib. Kulihat di arlojiku
jam menunjukan jam setegah delapan malam. Dan kami belum sampai di tempat
peristirahatan bus. Bus masih tetap melaju dengan kecepatan rata-rata. Hingga waktu
menunjukan pukul sembilan malam. Anehnya kami semua para penumpang terasa segar
bugar dan belum ngantuk.
Kejadian aneh mulai muncul. Ada bintang jatuh
tepat di depan bus. Sontak bus berhenti mendadak. Para penumpang berteriak. Sontak
semua orang turun dan berusaha melihat bintang ini. Hal aneh kedua terjadi
ketika ada yang berusaha memfoto bntang ini bintang tersebut tidak nampak dalam
foto. Semua orang bingung. Ini diluar nalar manusia. Bintang yang jelas-jelas
terlihat mata tidak bisa diambil oleh camera. Tiba-tiba ketika ada yang
berusaha memegang bintang ini, malah tembus, seakan-akan bintang ini hologram.
Kami semua bingung dengan benda langit ini.
Namun kondektur berintrogasi kepada para penumpang untuk kembali melanjutkan
perjalanan, karna larut malam. Akupun duduk kembali, berusaha tidur dengan
mendengarkan mp-3ku. Dan bispun mulai nyala mesinnya. Dan ketika mus ingin
menabrak bintang ini, justru malah tembus sontak semua orang menutup mata
ditambah kaget. Namun keajaiban terjadi disini. Setelah bus melewati bintang
ini tiba-tiba bus ini berada tepat di gerbang Selamat Datang Kota Kebumen pada
waktu Subuh. Padahal sebelumnya berada di daerah pekalonagan. Sungguh aneh tapi
sulit dipercaya.
Setelah
sampai di rumah Nenek, kuceritakan kejadian ini pada seluruh keluargaku. Walau ada
beberapa yang setengah percaya. Tapi ini jadi catatan tersendiri untukku. Pengalaman
yang tidak pernah aku lupakan. Selamanya.
Senin, 17 Februari 2014
Kisah Kain Batik & Kain Kafan
Sebuah toko kain yang sangat terkenal mendapat pesanan kain BATIK dan kain KAFAN pada hari yang sama. Kain BATIK telah dipesan oleh seorang pejabat negara dan kain KAFAN yang telah dipesan oleh keluarga seorang alim ulama yang soleh dan menjadi teladan untuk masyarakat. Sebelum kain-kain tersebut dibawa oleh pemesannya, terjadilah percakapan antara kain KAFAN dan kain BATIK.
BATIK: “Hey, kain mayit. Selamat tinggal ya?! Sebentar lagi kamu mau masuk ke kubur. Ha…ha….ha….”
KAFAN: “Ya, terimaksih saudaraku sudah memberikan selamat untukku.”
BATIK: “Kasihan banget ya nasibmu. Kain murahan, dipakein buat bangkai manusia pula. Aku dong nih kain mahal, ada coraknya, bisa dibanggain sama yang make, apalagi jadi rebutan INDONESIA sama MALAYSIA. Ha….ha…ha….”
KAFAN: “Aku bangga kok biarpun cuma jadi kain KAFAN…”
BATIK: “Apanya yang bisa dibanggain??? Sebentar lagi kamu naik keranda menuju kubur yang gelap. Sedangkan aku akan naik mobil mewah dan menuju ke hotel berbintang tempat resepsi pernikahan. Aku akan dilihat artis, pejabat-pejabat tinggi dan orang-orang hebat lainnya”.
KAFAN: “Tidak apa-apa aku naik keranda. Aku bahagia karena dalam perjalananku orang-orang akan melafalkan tasbih,tahmid,tahlil,takbi r
serta do’a yang akan membuat jenazah yang memakaiku nyaman dalam
keranda. Aku juga akan bertemu malaikat penjaga kubur. Aku siap menjadi
saksi saat manusia soleh yang mengenakanku ditanya oleh malaikat”
BATIK: “Ha…ha….kamu akan masuk tanah membungkusi bangkai manusia lalu akan dikerumunin cacing-cacing….”
KAFAN: “Tidak apa-apa, aku merasa lebih beruntung dari kamu. Aku tidak akan merasakan sakitnya dijahit, tidak akan pernah merasakan betapa tersiksanya di dalam mesin cuci dikucek-kucek, diperes. Tidak sampai di situ penderitaanmu. Kamu akan dipanggang di bawah terik matahari, setelah kering kamu akan dihaluskan dengan setrika…”
BATIK: (masih ngeyel dan sombong) “Pepatah mengatakan bersakit sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Setelah penderitaan yang kamu sebutkan tadi aku akan jadi busana yang bisa membuat orang terkagum kagum. Sedang kamu akan ditelan BUMI bersama bangkai manusia. Selain itu aku tidak akan pernah masuk kubur. Soalnya belum denger tuh orang mati pake BATIK……”
KAFAN: “Kamu lupa saudaraku ? Bahwa manusia cepat sekali bosan. Entah 2 bulan,6 bulan atau 1 tahun. Kamu akan dicampakkan oleh manusia. Setelah warnamu pudar atau jahitanmu sobek. Kamu hanya akan menjadi sampah yang berada di antara tumpukkan sampah yang baunya busuk dan dibakar. Atau tidak jarang juga manusia menggunakanmu untuk membersihkan kotoran.”
BATIK: “Arrrrrrrrrgggghhhhhhhhhh… … diam jangan bicara lagi!!!!!!!!!!!!!”
Sahabat Hikmah…
Janganlah sombong dengan kecantikan fisik dan limpahan materi.
Kita tidak berhak merendahkan orang lain.
Bahwa Tuhan tidak melihat manusia berdasar fisik dan kekayaan,
Tapi amal kebaikan dan manfaat kita untuk orang lain. Dan jadilah manusia yang berguna untuk orang lain dalam hal kebaikan.
Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Oleh karena itu, barang siapa mengambilnya dari-Ku berperilaku dengan salah satu dari keduanya, maka Aku akan mencampakkannya ke neraka. (HR. Abu Dawwud dari Abu Hurairah ra).
Astaghfirullaha l 'Adzim..
Ampunilah kami Ya Allah..
Kami hanyalah hamba-Mu yang berlumur dosa dan maksiat..
Sangat hina diri kami ini di hadapan-Mu..
Tidak pantas rasanya kami meminta dan selalu meminta maghfirah-Mu..
Sementara kami selalu melanggar larangan-Mu..
Marilah kita berdoa, bermunajat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni kita, dan menghapuskan kita dari segala dosa yang telah lalu.
Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat.
Aamiin ya Rabbal'alamin
Sebuah toko kain yang sangat terkenal mendapat pesanan kain BATIK dan kain KAFAN pada hari yang sama. Kain BATIK telah dipesan oleh seorang pejabat negara dan kain KAFAN yang telah dipesan oleh keluarga seorang alim ulama yang soleh dan menjadi teladan untuk masyarakat. Sebelum kain-kain tersebut dibawa oleh pemesannya, terjadilah percakapan antara kain KAFAN dan kain BATIK.
BATIK: “Hey, kain mayit. Selamat tinggal ya?! Sebentar lagi kamu mau masuk ke kubur. Ha…ha….ha….”
KAFAN: “Ya, terimaksih saudaraku sudah memberikan selamat untukku.”
BATIK: “Kasihan banget ya nasibmu. Kain murahan, dipakein buat bangkai manusia pula. Aku dong nih kain mahal, ada coraknya, bisa dibanggain sama yang make, apalagi jadi rebutan INDONESIA sama MALAYSIA. Ha….ha…ha….”
KAFAN: “Aku bangga kok biarpun cuma jadi kain KAFAN…”
BATIK: “Apanya yang bisa dibanggain??? Sebentar lagi kamu naik keranda menuju kubur yang gelap. Sedangkan aku akan naik mobil mewah dan menuju ke hotel berbintang tempat resepsi pernikahan. Aku akan dilihat artis, pejabat-pejabat tinggi dan orang-orang hebat lainnya”.
KAFAN: “Tidak apa-apa aku naik keranda. Aku bahagia karena dalam perjalananku orang-orang akan melafalkan tasbih,tahmid,tahlil,takbi
BATIK: “Ha…ha….kamu akan masuk tanah membungkusi bangkai manusia lalu akan dikerumunin cacing-cacing….”
KAFAN: “Tidak apa-apa, aku merasa lebih beruntung dari kamu. Aku tidak akan merasakan sakitnya dijahit, tidak akan pernah merasakan betapa tersiksanya di dalam mesin cuci dikucek-kucek, diperes. Tidak sampai di situ penderitaanmu. Kamu akan dipanggang di bawah terik matahari, setelah kering kamu akan dihaluskan dengan setrika…”
BATIK: (masih ngeyel dan sombong) “Pepatah mengatakan bersakit sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Setelah penderitaan yang kamu sebutkan tadi aku akan jadi busana yang bisa membuat orang terkagum kagum. Sedang kamu akan ditelan BUMI bersama bangkai manusia. Selain itu aku tidak akan pernah masuk kubur. Soalnya belum denger tuh orang mati pake BATIK……”
KAFAN: “Kamu lupa saudaraku ? Bahwa manusia cepat sekali bosan. Entah 2 bulan,6 bulan atau 1 tahun. Kamu akan dicampakkan oleh manusia. Setelah warnamu pudar atau jahitanmu sobek. Kamu hanya akan menjadi sampah yang berada di antara tumpukkan sampah yang baunya busuk dan dibakar. Atau tidak jarang juga manusia menggunakanmu untuk membersihkan kotoran.”
BATIK: “Arrrrrrrrrgggghhhhhhhhhh…
Sahabat Hikmah…
Janganlah sombong dengan kecantikan fisik dan limpahan materi.
Kita tidak berhak merendahkan orang lain.
Bahwa Tuhan tidak melihat manusia berdasar fisik dan kekayaan,
Tapi amal kebaikan dan manfaat kita untuk orang lain. Dan jadilah manusia yang berguna untuk orang lain dalam hal kebaikan.
Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Oleh karena itu, barang siapa mengambilnya dari-Ku berperilaku dengan salah satu dari keduanya, maka Aku akan mencampakkannya ke neraka. (HR. Abu Dawwud dari Abu Hurairah ra).
Astaghfirullaha l 'Adzim..
Ampunilah kami Ya Allah..
Kami hanyalah hamba-Mu yang berlumur dosa dan maksiat..
Sangat hina diri kami ini di hadapan-Mu..
Tidak pantas rasanya kami meminta dan selalu meminta maghfirah-Mu..
Sementara kami selalu melanggar larangan-Mu..
Marilah kita berdoa, bermunajat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni kita, dan menghapuskan kita dari segala dosa yang telah lalu.
Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat.
Aamiin ya Rabbal'alamin
Sabtu, 25 Januari 2014
Sharing-sharing Agama
3 Jenis Musibah dan Cirinya
1. Musibah yang merupakan balasan dari dosa dan maksiat, cirinya adalah keluh kesah dan tak sabar serta penuh derita.
2. Musibah yang merupakan pengampunan dosa dan kesalahan, tandanya ia bisa menjalani dengan sabar.
3. Musibah yang merupakan pengangkat derajat ditandai keridhoan, ketenangan, ketenteraman terhadap perbuat Allah, Rabb langit dan bumi.
( Syeikh Abdul Qodir Jaelani)
Ya Allah...
Berilah ganjaran kami terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik. Aamiin.
2. Musibah yang merupakan pengampunan dosa dan kesalahan, tandanya ia bisa menjalani dengan sabar.
3. Musibah yang merupakan pengangkat derajat ditandai keridhoan, ketenangan, ketenteraman terhadap perbuat Allah, Rabb langit dan bumi.
( Syeikh Abdul Qodir Jaelani)
Ya Allah...
Berilah ganjaran kami terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik. Aamiin.
Lembah Isi Hati
Menanti
By : Syarif H
Aku Takjub melihat keindahanmu..
Akupun tidak tahu, apa yang kurasa saat itu..Kulit bergetar, jantung berdetak tanpa irama
Bagai orang lumpuh yang tak bisa jalan..
Aku terpaku membisu..
Walau menyimpan rasa malu,
Ketika kau membalas tatapanku..
Seketika aku terpaku ditempatku..
Aku terkadang terharu..
Melihat senyum indahmu
Karna bagiku sekarang,
Senyummu adalah Kenikmatan terbesar
Bagiku
Namun saat aku tahu
Kau akan pergi jauh..
Dan berpisah denganku
Aku hanya bisa disini
Menantimu..
Wahai Bulan Purnamaku..
:')
Sabtu, 11 Januari 2014
"Tuhan itu tidak ada Anak-anak!!!"
Suatu
ketika, ada orang atheis alias orang yang tidak percaya akan adanya
tuhan ingin mempengaruhi anak-anak disekitarnya. Sebut saja namanya
simelekete. Ia lalu mengundang anak-anak sekitarnya ke rumahnya dengan
dalih ingin membagi-bagikan hadiah. Yang datang ternyata banyak juga.
Lalu setelah hadiah dibagikan, orang atheis yang ingin mempengaruhi
anak-anaka ini agar mengikuti doktrinnya
Si Melekete : “Anak-anak, kalian sudah ada yang pernah melihat Tuhan tidaaak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “ ( dengan kompaknya)
Si Melekete :“Ada yg pernah menyentuh Tuhan tidak ?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Si Melekete :” Jadi Kesimpulannya Tuhan itu tidak ada yah anak-anak. Setujuuuuu? “
Anak-anak terdiam dan tidak satupun yang berani mengiyakan karena mereka percaya tuhan itu ada. Lalu ada anak bernama Armin yang dengan beraninya maju ke depan.
Armin : “ teman-teman, ada yang pernah melihat
otak orang ini nggak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaak ! “
Armin : “ Teman-teman, ada yang pernah menyentuh
otak orang ini nggak ?“
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Armin : “ Jadi kesimpulannya orang ini TIDAK
PUNYA OTAK. Setujuuuuu???”
Anak-anak : ‘Setujuuuuuu !!!!! hahaha ”(dengan serentak penuh semangat)
Anak-anak pun langsung bubar meninggalkan orang atheis itu sambil berkata “ma’af om. Kami gak mau terpengaruh doktirn om, kami percaya akan adanya tuhan semesta alam yaitu Allah Subhanahuwata’alaa !”
“nih ambil lagi bingkisannya. Kami gak butuh hadiah dari om kalau Cuma suruh percaya Tuhan itu gak ada “ kata anak lainnya
Si Melekete Cuma bisa bengong dan melongo. gagal menjalankan aksinya mendoktirn anak-anak jadi sesat
Si Melekete : “Anak-anak, kalian sudah ada yang pernah melihat Tuhan tidaaak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “ ( dengan kompaknya)
Si Melekete :“Ada yg pernah menyentuh Tuhan tidak ?”
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Si Melekete :” Jadi Kesimpulannya Tuhan itu tidak ada yah anak-anak. Setujuuuuu? “
Anak-anak terdiam dan tidak satupun yang berani mengiyakan karena mereka percaya tuhan itu ada. Lalu ada anak bernama Armin yang dengan beraninya maju ke depan.
Armin : “ teman-teman, ada yang pernah melihat
otak orang ini nggak?”
Anak-anak : “ tidaaaaaak ! “
Armin : “ Teman-teman, ada yang pernah menyentuh
otak orang ini nggak ?“
Anak-anak : “ tidaaaaaaak ! “
Armin : “ Jadi kesimpulannya orang ini TIDAK
PUNYA OTAK. Setujuuuuu???”
Anak-anak : ‘Setujuuuuuu !!!!! hahaha ”(dengan serentak penuh semangat)
Anak-anak pun langsung bubar meninggalkan orang atheis itu sambil berkata “ma’af om. Kami gak mau terpengaruh doktirn om, kami percaya akan adanya tuhan semesta alam yaitu Allah Subhanahuwata’alaa !”
“nih ambil lagi bingkisannya. Kami gak butuh hadiah dari om kalau Cuma suruh percaya Tuhan itu gak ada “ kata anak lainnya
Si Melekete Cuma bisa bengong dan melongo. gagal menjalankan aksinya mendoktirn anak-anak jadi sesat
Kalau Jodoh gak kemana
Bismillahir-Rahmanir-Rahim ... “Menikahlah dengan Fini le’,” pinta bunda untuk kesekian kalinya.
“Insya Allah, dia perempuan yang shalehah, dan bisa menjadi istri yang baik kelak untuk kamu!”
Ini sudah permintaan kesekian ibu untuk menikah dengan gadis pilihannya. Aku hanya menunduk dan tak berani menatap mata ibu. Tak sanggup aku melihat wajah teduh ibu yang pasti rautnya bakal berubah setelah aku selalu menolak permintaannya. Baru kali ini aku berat untuk mengiyakan permintaan beliau.
“Tapi aku sudah punya calon istri sendiri bu, aku …” tak sanggup aku melanjutkannya.
Ibu memelukku.
“Iya, ibu paham, tapi ibu mohon satu kali ini saja, sebelum ibu menyusul ayahmu. Ibu ingin melihat kamu menikah dengan perempuan yang hati ibu inginkan,” suara ibu mulai parau.
Kurasakan ada air yang menetes ke atas pundakku. Malam itu badanku hanya dibalut kaos singlet putih.
“Ibu sudah melihat Fini. Menyelidikinya, dan menurut penilaian ibu, dia bisa menjagamu, menjaga anak-anakmu dan juga menjaga ibu. Ia perempuan yang baik le’. Dia seorang Hafidzoh, Cerdas, Lembut perangainya, halus budi pekertinya, Penyayang, bersifat keibuan, penurut & sayang sama orang tua, dan insya Allah dia sederhana lagi bersahaja,” masih dalam pelukan, suara ibu mulai melemah di telingaku.
“Tapi bagaimana dengan Via, bu?”
“Ibu tahu kamu sudah memilih Via. Tapi dia itu belum pasti,” kali ini ibu mencoba mempengaruhiku.
“Kamu tak perlu takut. Insya Allah Fini adalah perempuan dengan wajah cantik. Ibu menjamin itu,” tegasnya.
“Beri aku waktu setidaknya satu minggu bu. Aku ingin istikharah.”
Aku tidak mampu lagi menjawab.
Ah, ibu, seandainya engkau tahu betapa dalam perasaanku kepada Via. Meski aku hanya mengenalnya lewat tulisan-tulisan tangan. Via, sahabat penaku, perempuan yang aku kenal dari sebuah forum penulis di salah satu majalah remaja dulu.
Meski aku belum pernah bertemu langsung ataupun melihat fotonya, penilaianku langsung merujuk ke angka delapan. Aku bisa menggambarkan dirinya hanya dari tulisan-tulisannya. Ia perempuan yang memiliki kelembutan.
Wangi suratnya mengisyaratkan wangi rambutnya. Halus sulaman kata-kata yang digunakannya mewakili perangainya. Dan doa yang selalu dikirimkannya menggambarkan keshalehannya.
Harus bagaimana aku nanti bila surat Via datang menjengukku. Terakhir kali aku berkirim kabar bahwa ibu ingin menjodohkanku dengan perempuan pilihannya. Itu satu bulan lalu. Kulanggar perjanjian kami, untuk tidak memberikan nomor HP, alamat jejaring sosial, ataupun foto.
Di surat terakhir itu kecuali nama dan alamat, kuselipkan secarik foto untuk kali pertama. Dibelakang foto kutuliskan nomor HPku. Aku ingin tahu reaksinya.
Namun setelahnya, surat-surat Via alfa menyambangi rumahku. Ia tidak rajin lagi menitipkan rindu seperti dalam goresan penanya. Entah ia marah atau ingin menjaga hati. Barangkali juga menjaga jarak.
***
Satu pekan berlalu. Tidak ada jawaban dari Via. Tidak ada surat. Apalagi telepon dan pesan pendek yang mampir ke HP lawasku. Aku pun memutuskan mengiyakan permintaan ibu. Meski pun surat Via datang, sebenarnya sangat berat aku menolak permintaan ibu. Setelah Ayah menghadap Allah ketika aku berusia 10 tahun, hanya aku yang menjadi kebanggaan ibu. Anak semata wayangnya.
Aku tidak sanggup melihat wajah kecewa ibu saat keluar kalimat penolakan dari mulutku. Aku tidak sanggup menjadi durhaka. Maafkan aku ya Rabb. Aku akan “samina wa atoqna”. Semoga Engkau meridhai jalan yang aku pilih. Bukankah ridha Allah itu ridha orangtua?
Ibu gembira. Kesibukan pun langsung melanda rumah mungil peninggalan almarhum Ayah. Rumah sibuk berhias. Ibu dibantu keluarga dan tetangga repot mempersiapkan seserahan. Tak menunggu waktu, ibu menyeretku ke toko emas di pasar dekat rumah.
“Keluarkan uangmu, kita beli mahar perhiasan emas untuk calon istrimu. Ibu yang memilihkan,” ujarnya penuh semangat.
Gembira jiwa ini melihat ibu sumringah. Tapi hati ini masih diayun-ayun bimbang.
Pertemuan kedua keluarga pun terjadi. Ibu Fini adalah teman ibu sewaktu mengikuti penataran sebagai guru beberapa tahun silam. Karenanya mereka sangat akrab, kendati usia ibuku 10 tahun lebih tua.
Aku terdampar di rumah Fini di Selatan Jakarta. Kulirik sedikit wajahnya yang berhias sedikit polesan. Bibirnya tersapu gincu tipis. Cantik juga. Wajahnya putih bersih, matanya berbinar, pipi tambun berlesung bersanding dengan hidung mungilnya. Kacamata cemantel di depan matanya. Balutan jilbab merah menyempurnakan penampilannya. Tapi hati ini masih bimbang.
Satu pekan setelah acara khitbah, Akad Nikah dilaksanakan, walimah pun digelar. Aku tidak banyak mengundang teman-teman kantorku. Tapi tamu yang hadir cukup banyak datang silih berganti.
Kudengar orang tua Fini mengundang seribu relasinya. Di antara ribuan orang tersebut, aku mencari sosok Via. Berharap dia datang. Ahh .. aku hanya berkhayal, bagaimana ia tahu aku menikah hari ini, bila aku tak pernah lagi berkirim surat dengannya.
Malam pun tiba. Setelah lelah seharian menjadi raja yang dipajang di atas pelaminan. Usai membasuh riasan dan mengganti pakaian, aku masuk kamar pengantin yang serba putih. Seprai, bantal, guling dan dinding yang dihiasi kain putih. Aku duduk mematung di pinggir tempat tidur.
Sementara Fini, istriku, baru keluar dari kamar mandi. Ia memakai gaun putih panjang pemberianku yang ada dalam seserahan. Fini jauh lebih cantik bila rambutnya tergerai. Wajah dan tubuhnya begitu menggoda. Tapi tidak hatiku.
Ia mendekatiku. Tersenyum namun wajahku datar. Tipis kulempar senyum agar canggung mencair.
Fini semakin mendekatiku. Duduk merapat di samping kananku. “Mas akhirnya kamu jadi halal untukku,” suaranya merdu.
Baru kali ini aku mendengar secara utuh, setelah seharian aku hanya membisu di pelaminan ketika ia mengajak bicara. Berkhayal Via yang ada di kamar itu. Berdua dengannya.
Kepalanya direbahkan ke pundakku. Sedikit kaget, tapi kubiarkan. “Maaf, aku masih kaku,” kataku untuk menyembunyikan keraguan.
“Aku tahu,” ujarnya melemahkan dan mengangkat kepalanya.
Dahiku berkerut. “Kamu tahu apa?”
“Apa kamu mencintai perempuan lain?” pertanyaannya menampar hatiku.
Lidahku mematung di dalam mulut. Ia mengetahui bila ada perempuan yang lebih dulu menyambar hatiku. Jelas saja, sikap dinginku adalah refleksi dari pertanyaannya. Aku diam.
“Diammu itu adalah jawaban mas.”
Ya Allah, maafkan aku bila pikiran ini sudah masuk ke dalam ranah selingkuh. Padahal di hadapanku ada bidadari teramat cantik.
“Mas, kamu pasti sedang memikirkan Via?” wajahku bingung.
Kuputar posisi duduk ke hadapannya.
“Dari mana kamu tahu tentang Via?” masih dalam heran.
Dia beranjak dan mengambil sebuah kotak kayu kira-kira berukuran 150x250 mm dari dalam lemari pakaian. Kulihat di dalamnya ada puluhan, bahkan ratusan surat terdokumentasi rapi di dalam kotak warna coklat. Ia mengambil selembar foto dan selembar surat yang letaknya paling atas.
Surat itu, aku mengenalnya. Dan itu fotoku yang kuselipkan di surat terakhir yang kukirim ke Via. Ia tersenyum ketika kurebut surat itu.
“Aku Via mas. Nama Via adalah nama panggilan aku di rumah. Fini adalah nama singkatan dari namaku, Fitria Handayani. Aku meminta ibu memberitahukan nama itu. Maaf bila aku menyembunyikan nama asliku.”
“Awalnya aku juga menolak dijodohkan, tapi ketika ibu memperlihatkan foto kamu, hatiku riang. Aku menggali informasi dari ibu untuk memastikan bahwa kamu dan foto yang ibu bawa adalah orang yang sama.
Aku sudah tahu bahwa kamu adalah lelaki yang dijodohkan ibu dan mama. Karena itu aku tidak menjawab surat terakhir kamu. Aku ingin membuat kejutan kepada penjaga hati dan tubuhku,” ujarnya sembari mengulum senyum.
Kedua mataku basah. Berair. Ini adalah air mata dari mata air surga. Ya Allah, engkau menyiapkan kado terindah yang tidak pernah aku duga. Ternyata Via dan Fini berasal dari satu jiwa. Ia wanita yang kucintai. Ibu ternyata mengerti keinginan anaknya.
Hujan pun bersenandung riang malam itu, mengiringi malam pengantin kami.
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …
“Insya Allah, dia perempuan yang shalehah, dan bisa menjadi istri yang baik kelak untuk kamu!”
Ini sudah permintaan kesekian ibu untuk menikah dengan gadis pilihannya. Aku hanya menunduk dan tak berani menatap mata ibu. Tak sanggup aku melihat wajah teduh ibu yang pasti rautnya bakal berubah setelah aku selalu menolak permintaannya. Baru kali ini aku berat untuk mengiyakan permintaan beliau.
“Tapi aku sudah punya calon istri sendiri bu, aku …” tak sanggup aku melanjutkannya.
Ibu memelukku.
“Iya, ibu paham, tapi ibu mohon satu kali ini saja, sebelum ibu menyusul ayahmu. Ibu ingin melihat kamu menikah dengan perempuan yang hati ibu inginkan,” suara ibu mulai parau.
Kurasakan ada air yang menetes ke atas pundakku. Malam itu badanku hanya dibalut kaos singlet putih.
“Ibu sudah melihat Fini. Menyelidikinya, dan menurut penilaian ibu, dia bisa menjagamu, menjaga anak-anakmu dan juga menjaga ibu. Ia perempuan yang baik le’. Dia seorang Hafidzoh, Cerdas, Lembut perangainya, halus budi pekertinya, Penyayang, bersifat keibuan, penurut & sayang sama orang tua, dan insya Allah dia sederhana lagi bersahaja,” masih dalam pelukan, suara ibu mulai melemah di telingaku.
“Tapi bagaimana dengan Via, bu?”
“Ibu tahu kamu sudah memilih Via. Tapi dia itu belum pasti,” kali ini ibu mencoba mempengaruhiku.
“Kamu tak perlu takut. Insya Allah Fini adalah perempuan dengan wajah cantik. Ibu menjamin itu,” tegasnya.
“Beri aku waktu setidaknya satu minggu bu. Aku ingin istikharah.”
Aku tidak mampu lagi menjawab.
Ah, ibu, seandainya engkau tahu betapa dalam perasaanku kepada Via. Meski aku hanya mengenalnya lewat tulisan-tulisan tangan. Via, sahabat penaku, perempuan yang aku kenal dari sebuah forum penulis di salah satu majalah remaja dulu.
Meski aku belum pernah bertemu langsung ataupun melihat fotonya, penilaianku langsung merujuk ke angka delapan. Aku bisa menggambarkan dirinya hanya dari tulisan-tulisannya. Ia perempuan yang memiliki kelembutan.
Wangi suratnya mengisyaratkan wangi rambutnya. Halus sulaman kata-kata yang digunakannya mewakili perangainya. Dan doa yang selalu dikirimkannya menggambarkan keshalehannya.
Harus bagaimana aku nanti bila surat Via datang menjengukku. Terakhir kali aku berkirim kabar bahwa ibu ingin menjodohkanku dengan perempuan pilihannya. Itu satu bulan lalu. Kulanggar perjanjian kami, untuk tidak memberikan nomor HP, alamat jejaring sosial, ataupun foto.
Di surat terakhir itu kecuali nama dan alamat, kuselipkan secarik foto untuk kali pertama. Dibelakang foto kutuliskan nomor HPku. Aku ingin tahu reaksinya.
Namun setelahnya, surat-surat Via alfa menyambangi rumahku. Ia tidak rajin lagi menitipkan rindu seperti dalam goresan penanya. Entah ia marah atau ingin menjaga hati. Barangkali juga menjaga jarak.
***
Satu pekan berlalu. Tidak ada jawaban dari Via. Tidak ada surat. Apalagi telepon dan pesan pendek yang mampir ke HP lawasku. Aku pun memutuskan mengiyakan permintaan ibu. Meski pun surat Via datang, sebenarnya sangat berat aku menolak permintaan ibu. Setelah Ayah menghadap Allah ketika aku berusia 10 tahun, hanya aku yang menjadi kebanggaan ibu. Anak semata wayangnya.
Aku tidak sanggup melihat wajah kecewa ibu saat keluar kalimat penolakan dari mulutku. Aku tidak sanggup menjadi durhaka. Maafkan aku ya Rabb. Aku akan “samina wa atoqna”. Semoga Engkau meridhai jalan yang aku pilih. Bukankah ridha Allah itu ridha orangtua?
Ibu gembira. Kesibukan pun langsung melanda rumah mungil peninggalan almarhum Ayah. Rumah sibuk berhias. Ibu dibantu keluarga dan tetangga repot mempersiapkan seserahan. Tak menunggu waktu, ibu menyeretku ke toko emas di pasar dekat rumah.
“Keluarkan uangmu, kita beli mahar perhiasan emas untuk calon istrimu. Ibu yang memilihkan,” ujarnya penuh semangat.
Gembira jiwa ini melihat ibu sumringah. Tapi hati ini masih diayun-ayun bimbang.
Pertemuan kedua keluarga pun terjadi. Ibu Fini adalah teman ibu sewaktu mengikuti penataran sebagai guru beberapa tahun silam. Karenanya mereka sangat akrab, kendati usia ibuku 10 tahun lebih tua.
Aku terdampar di rumah Fini di Selatan Jakarta. Kulirik sedikit wajahnya yang berhias sedikit polesan. Bibirnya tersapu gincu tipis. Cantik juga. Wajahnya putih bersih, matanya berbinar, pipi tambun berlesung bersanding dengan hidung mungilnya. Kacamata cemantel di depan matanya. Balutan jilbab merah menyempurnakan penampilannya. Tapi hati ini masih bimbang.
Satu pekan setelah acara khitbah, Akad Nikah dilaksanakan, walimah pun digelar. Aku tidak banyak mengundang teman-teman kantorku. Tapi tamu yang hadir cukup banyak datang silih berganti.
Kudengar orang tua Fini mengundang seribu relasinya. Di antara ribuan orang tersebut, aku mencari sosok Via. Berharap dia datang. Ahh .. aku hanya berkhayal, bagaimana ia tahu aku menikah hari ini, bila aku tak pernah lagi berkirim surat dengannya.
Malam pun tiba. Setelah lelah seharian menjadi raja yang dipajang di atas pelaminan. Usai membasuh riasan dan mengganti pakaian, aku masuk kamar pengantin yang serba putih. Seprai, bantal, guling dan dinding yang dihiasi kain putih. Aku duduk mematung di pinggir tempat tidur.
Sementara Fini, istriku, baru keluar dari kamar mandi. Ia memakai gaun putih panjang pemberianku yang ada dalam seserahan. Fini jauh lebih cantik bila rambutnya tergerai. Wajah dan tubuhnya begitu menggoda. Tapi tidak hatiku.
Ia mendekatiku. Tersenyum namun wajahku datar. Tipis kulempar senyum agar canggung mencair.
Fini semakin mendekatiku. Duduk merapat di samping kananku. “Mas akhirnya kamu jadi halal untukku,” suaranya merdu.
Baru kali ini aku mendengar secara utuh, setelah seharian aku hanya membisu di pelaminan ketika ia mengajak bicara. Berkhayal Via yang ada di kamar itu. Berdua dengannya.
Kepalanya direbahkan ke pundakku. Sedikit kaget, tapi kubiarkan. “Maaf, aku masih kaku,” kataku untuk menyembunyikan keraguan.
“Aku tahu,” ujarnya melemahkan dan mengangkat kepalanya.
Dahiku berkerut. “Kamu tahu apa?”
“Apa kamu mencintai perempuan lain?” pertanyaannya menampar hatiku.
Lidahku mematung di dalam mulut. Ia mengetahui bila ada perempuan yang lebih dulu menyambar hatiku. Jelas saja, sikap dinginku adalah refleksi dari pertanyaannya. Aku diam.
“Diammu itu adalah jawaban mas.”
Ya Allah, maafkan aku bila pikiran ini sudah masuk ke dalam ranah selingkuh. Padahal di hadapanku ada bidadari teramat cantik.
“Mas, kamu pasti sedang memikirkan Via?” wajahku bingung.
Kuputar posisi duduk ke hadapannya.
“Dari mana kamu tahu tentang Via?” masih dalam heran.
Dia beranjak dan mengambil sebuah kotak kayu kira-kira berukuran 150x250 mm dari dalam lemari pakaian. Kulihat di dalamnya ada puluhan, bahkan ratusan surat terdokumentasi rapi di dalam kotak warna coklat. Ia mengambil selembar foto dan selembar surat yang letaknya paling atas.
Surat itu, aku mengenalnya. Dan itu fotoku yang kuselipkan di surat terakhir yang kukirim ke Via. Ia tersenyum ketika kurebut surat itu.
“Aku Via mas. Nama Via adalah nama panggilan aku di rumah. Fini adalah nama singkatan dari namaku, Fitria Handayani. Aku meminta ibu memberitahukan nama itu. Maaf bila aku menyembunyikan nama asliku.”
“Awalnya aku juga menolak dijodohkan, tapi ketika ibu memperlihatkan foto kamu, hatiku riang. Aku menggali informasi dari ibu untuk memastikan bahwa kamu dan foto yang ibu bawa adalah orang yang sama.
Aku sudah tahu bahwa kamu adalah lelaki yang dijodohkan ibu dan mama. Karena itu aku tidak menjawab surat terakhir kamu. Aku ingin membuat kejutan kepada penjaga hati dan tubuhku,” ujarnya sembari mengulum senyum.
Kedua mataku basah. Berair. Ini adalah air mata dari mata air surga. Ya Allah, engkau menyiapkan kado terindah yang tidak pernah aku duga. Ternyata Via dan Fini berasal dari satu jiwa. Ia wanita yang kucintai. Ibu ternyata mengerti keinginan anaknya.
Hujan pun bersenandung riang malam itu, mengiringi malam pengantin kami.
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …
Langganan:
Postingan (Atom)